sideCategory1

Jul 25, 2013

Atlas Sejarah Kerinci (Bagian 1-3)

UHANGKAYO.webs.com - Ada cukup banyak informasi tentang sejarah alam Kerinci yang beredar. Banyaknya informasi yang beredar ini barangkali dikarenakan belum adanya penelitian ilmiah yang mampu mengungkap seluk-beluk Alam Kerinci. Salah satu tulisan penjelasan yang cukup ilmiah adalah pada buku "Mengungkap Tabir Prasejarah Alam Kerinci"yang ditulis oleh seorang Profesor putra daerah Kerinci (klik disini untuk membaca).

Berikut merupakan salah satu tulisan yang mencoba menyampaikan tentang Sejarah Alam Kerinci, tulisan ini dikutip dari Atas Sejarah Provinsi Jambi yang diterbitkan pada Tahun 2010, yang disusun oleh Mahyuzar. Atlas Sejarah Provinsi Jambi ini menampilkan sejarah tiap Kabupaten/Kota dalam administrasi Provinsi Jambi. Saat membuka atlas ini, saya berharap menemukan penjelasan yang lebih detil melalui data spasial, namun atlas ini hanya menyajikan peta tiap Kabupaten/Kota dan memberikan penjelasan yang panjang tentang Kabupaten/Kota tersebut. Saya cenderung melihat tulisan beliau ini sebagai sebuah buku daripada atlas. Berikut adalah kutipan tentang Kerinci.



1. Sejarah Kerinci

Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Luas wilayahnya 4.200 km2; dengan populasi 300.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Sungai Penuh. Menurut Tambo Alam Minangkabau, Daerah Rantau Pesisir Barat (Pasisie Barek) pada masa Kerajaan Alam Minangkabau meliputi wilayah-wilayah sepanjang pesisir barat Sumatera bahagian tengah mulai dari Sikilang Air Bangis, Tiku Pariaman, Padang, Bandar Sepuluh, Air Haji, Inderapura, Muko-muko (Bengkulu) dan Kerinci. Dengan demikian Kerinci merupakan daerah Minangkabau.

Pada waktu Indonesia merdeka, Sumatera bagian tengah mulai dipecah menjadi tiga provinsi yaitu Sumatera Barat (meliputi daerah Minangkabau), Riau (meliputi wilayah kesultanan Siak, Pelalawan, Rokan, Indragiri, Riau-Lingga ditambah Rantau Minangkabau Kampar dan Kuantan) dan Jambi (meliputi bekas wilayah kesultanan Jambi ditambah Rantau Minangkabau Kerinci). Kerinci pernah berada di bawah Kerajaan Inderapura bersama wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan sebagian wilayah Provinsi Bengkulu diantaranya Muko-Muko.

Daerah Kerinci ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi, dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Daerah Kerinci memiliki luas 4.200 km2 terdiri atas 11 kecamatan (yang merupakan rangkaian kampung atau pemukimam). Statistik tahun 1996 menunjukkan populasi suku Kerinci sekitar 300.000 jiwa.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, Kerinci merupakan kawasan yang telah memiliki kekuasaan politik tersendiri. Sebelum Belanda masuk Kerinci mencatat tiga fase sejarahnya yaitu: Periode Kerajaan Manjuto atau Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, Periode Depati, dan Periode Depati IV Alam Kerinci. Kerajaan Manjuto, sebuah kerajaan yang berada di antara Kerajaaan Minangkabau dan Kerajaan Jambi, beribukotakan di Pulau Sangkar. Berikutnya, pada dua periode Depati, Pulau Sangkar dan kayu aro memainkan peran sentral sebagai salah satu dari empat pusat kekuasaan di Kerinci (Rasyid Yakin, hal. 4 -14).

Tetapi semenjak Belanda mulai menduduki Kerinci pada 1914, peran sentral Kayu Aro secara politik pemerintahan mulai mengalami penyusutan. Ketika Belanda menetapkan Kerinci sebagai sebuah af delling dalam kekuasaaan Karesidenan Jambi (1904) maupun di bawah Karesidenan Sumatera Barat (1921), dan ketika Kerinci menjadi sebuah kabupaten sendiri dalam wilayah Propinsi Jambi (pada 1958), Pulau Sangkar hanyalah sebuah ibukota kemendapoan (sebuah unit pemerintahan setingkat di bawah kecamatan dan setingkat di atas desa).

2. Asal-Usul Nama Kerinci

Nama 'Kerinci' berasal dari bahasa Tamil “Kurinci”. Tanah Tamil dapat dibagi menjadi empat kawasan yang dinamakan menurut bunga yang khas untuk masing-masing daerah. Bunga yang khas untuk daerah pegunungan ialah bunga Kurinci (Latin Strobilanthus). Dengan demikian Kurinci juga berarti 'kawasan pegunungan'.

Di zaman dahulu Sumatera dikenal dengan istilah Swarnadwipa atau Swarnabhumi (tanah atau pulau emas). Kala itu Kerinci, Lebong dan Minangkabau menjadi wilayah penghasil emas utama di Indonesia (walaupun kebanyakan sumber emas terdapat di luar Kabupaten Kerinci di daerah Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin). Di daerah Kerinci banyak ditemukan batu-batuan Megalitik dari zaman Perunggu (Bronze Age) dengan pengaruh Budha termasuk keramik Tiongkok. Hal ini menunjukkan wilayah ini telah banyak berhubungan dengan dunia luar.

Awalnya 'Kerinci' adalah nama sebuah gunung dan danau (tasik), tetapi kemudian wilayah yang berada di sekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan begitu daerahnya disebut sebagai Kerinci (Kinci atau Kince atau "Kincai" dalam bahasa setempat), dan penduduknya pun disebut sebagai orang Kerinci.

Sumber: 
Mahyuzar. 2010. Atlas Sejarah Provinsi Jambi. Jakarta: Yudhistira.

0 comments:

Post a Comment