Kerinci Regency in 3D

Peta wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dalam Tiga Dimensi, oleh Milantara - uhangkayo.webs.com.

Koto Petai - Danau Kerinci

Perahu-perahu Nelayan Koto Petai - uhangkayo.webs.com.

Gunung Kerinci

Gunung Kerinci yang Menjulang diantara Awan Putih dan Langit Biru (foto: Jeremy Holden, FFI) - uhangkayo.webs.com.

Rumah Larik

Rumah Larik, Rumah Tradisional Masyarakat Lembah Kerinci - uhangkayo.webs.com.

Sungai Penuh

Senja di Batas Kota Sungai Penuh - uhangkayo.webs.com.

sideCategory1

Mar 1, 2013

Pariwisata Lembah Kerinci: Referensi (Bagian 2)

Penulis: Milantara 

UHANGKAYO.webs.com - Artikel kali ini hanya mencoba mendeskripsikan tentang "Referensi Wisata" yang berisi tentang rujukan-rujukan dari berbagai literatur.

4. Pengembangan Pariwisata

Pariwisata adalah satu kesatuan tersendiri, ia hidup bukan karena adanya aspek lain yang telah berdiri terlebih dahulu, justru pariwisatalah yang menghidupan aspek/sektor lain, inilah yang sering disebut bahwa pariwisata bersifat multiplier effect. Namun bagaimanapun pariwisata kadang membutuhkan sarana wisata dan prasarana penunjang lainnya untuk mem-boost perkembangan wisata.

Peta Potensi Wisata Lembah Kerinci, klik disini untuk lebih jelas.

Dalam bukunya, Soekadijo menulis pariwisata dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: 1) parwisata sebagai mobilitas spasial, dan 2) pariwisata sebagai industri. Membaca penjelasan yang ada di buku tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah 'menghadirkan' wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata, dengan syarat utama adalah adanya kecocokan/kesesuaian pada supply dengan demand. Dan ini juga yang menjadi tolak ukur keberhasilan pada aspek mobilitas spasial.

Pengembangan pariwisata dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan supply dan/atau pendekatan demand. Pendekatan supply menitikberatkan pada aspek potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, sedangkan pendekatan demand dilakukan dengan sebaliknya yaitu dengan melihat trend wisata yang sedang terjadi. Masing-masing pendekatan mewajibkan syarat yang berbeda, seperti umum untuk menghadirkan wisatawan mengunjungi suatu daerah yang tidak memiliki kesesuaian potensi dengan motif dari wisatawan tentu akan membutuhkan dana yang tidak sedikit, terutama dalam penyediaan objek dan atraksi yang sesuai dengan motif wisatawan yang sedang trend.

Hall (2000) menulis bahwa suatu kawasan harus memiliki tiga faktor utama berupa atraksi, fasilitas, dan aksesabilitas agar dapat dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Soekadijo (2000) juga menulis bahwa terdapat beberapa determinan yang dapat menciptakan pariwisata yaitu atraksi wisata, jasa wisata, dan transferabilitas, serta pemasaran. Atraksi wisata, jasa wisata, dan transferabilitas merupakan syarat mutlak untuk pariwisata, yang berarti kalau ada pariwisata ketiga determinan tersebut pasti ada, akan tetapi tidak sebaliknya, calon wisatawan masih harus diberitahu bahwa ada atraksi wisata, ada angkutan ke tempat atraksi, dan ada jasa yang tersedia kalau mengadakan perjalanan kesana. Kegiatan ini merupakan pemasaran yang merupakan syarat memadai. Syarat mutlak besama-sama dengan syarat memadai barulah menimbulkan hasil, yaitu pariwisata. Sehingga untuk mengembangkan suatu daerah menjadi tujuan wisata haruslah terpenuhi semua kriteria tersebut.

Pilihan pendekatan mana yang akan digunakan dalam perencanaan pengembangan pariwisata tentu harus memperhatikan berbagai aspek mulai dari aspek supply, demand, SDM, kapital hingga politik. Namun dengan berbegai keterbatasan, tentunya keberhasilan suatu pengembangan pariwisata haruslah menghindari ego pengelola/perencana, dan melihat secara lebih bijak pada semua faktor.

Sedangkan sebagai suatu industri wisata, maka penekanannya lebih pada aspek ekonomis, yang mencakup produsen, produk serta konsumen yang menikmati. Pariwisata sebagai sebuah industri menjadi sesuatu yang lebih kompleks dibandingkan dengan industri lainnya, karena industri pariwisata merupakan industri jasa pelayanan yang terdiri dari tindakan dan interaksi yang merupakan kontak sosial secara langsung antara produsen dan konsumen.

Kompleksitas industri pariwisata juga diakibatkan karena bukan hanya hanya satu 'produsen' saja yang berperan, namun melibatkan banyak 'produsen' dari berbagai sektor. Seorang wisatawan tentunya akan menggunakan jasa transportasi untuk mengunjungi suatu DTW, jasa penginapan saat berada di DTW, hingga menikmati objek dan atraksi wisata, serta berbagai 'produsen' lainnya. Sehingga dibutuhkan adanya sinergi yang baik antar masing-masing 'produsen' yang terlibat untuk dapat memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi masyarakat.

Produk Wisata

Disamping itu, terdapat perbedaan antara produk wisata dengan produk umum lainnya (manufaktur). Mengutip dari Soekadijo (2000) diantaranya yang terpenting adalah: Pertama, produk wisata tidak dapat dipindahkan, namun harus dinikmati di lokasi produk tersebut diproduksi; Kedua, wujud produk wisata ditentukan oleh konsumen sendiri, yaitu wisatawan. Wisatawanlah yang memilih objek/atraksi, angkutan, penginapan, hingga lama tinggal; Ketiga, pengalaman merupakan satu-satunya yang diperoleh oleh konsumen (wisatawan) yang membeli produk wisata.

Hal senada juga disampaikan oleh Suyitno (2001), ia memberikan beberapa batasan produk wisata, yaitu:

  • Tidak berwujud (intangible) dalam artian wisata hanya memberikan kesan atau pengalaman kepada wisatawan.
  • Wisata tidak dapat diukur secara kuantitatif (unmeasurable), pengukuran melalui kelas wisata, seperti deluxe, standard, economy, atau bedasar budget.
  • Wisata merupakan produk yang tidak tahan lama dan mudah kadaluarsa (perishable) serta masa jual terbatas.
  • Tidak dapat disimpan (unstorable) .
  • Melibatkan konsumen (wisatawan) dalam proses produksinya.
  • Proses produksi dan konsumsi terjadi dalam waktu yang sama.
5. Analisis Perencanaan Pariwisata

Dalam perencanaan pariwisata, pada umumnya analisis yang digunakan hanya sebatas analisis SWOT (WOTS-UP) saja. Hal ini berdampak pada tingginya nilai subjektifitas yang berarti ego planner menempati andil yang besar. Sehingga diperlukan satu analisis lain untuk mengawali analisis SWOT ini. Analisis skoring dapat menjadi awal yang baik untuk menentukan parameter-parameter yang termasuk dalam kelompok Strengths (S), Weaknesses (W), Opportunities (O), atau Threats (T).

Dikutip oleh Gunn (1993) dari Rose (1984), planning is a multimensional activity and seeks to be integrative. It embraces social, economic, political, psychological, antropological, and technological factors. It si concerned with the past, present and future.

Ada cukup banyak metode skoring yang beredar dalam menilai suatu potensi suatu kawasan, salah satunya adalah melalui Kriteria Penilaian dan Pengembangan Obyek Wisata Alam dari Departemen Kehutanan dengan SK Dirjen PHKA No. 51/Kpts/DJ – VI/93 tanggal 11 Mei 1993 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Daerah Operasi Obyek Wisata Alam. Dalam buku Ekoturisme (Avenzora 2008), metode ini telah dilakukan oleh Milantara (2005) untuk menilai salah satu potensi objek wisata di Taman Nasional Kerinci Seblat. Kriteria Penilaian ini berbentuk tabel yang terdiri atas 10 kriteria yang mampu mengkombinasikan beberapa kepentingan yang dimaksud, masing-masing kriteria ini memiliki bobot yang berbeda.

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Alat yang dapat dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Rangkuti (2000) menulis bahwa analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Strengths dan Oppurtinities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan Weaknesses dan Threats. Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi perusahaan, agar dapat disesuaikan dengan lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) yang dimiliki. Analisis ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

Matriks SWOT


Referensi:
Avenzora R. 2008. Ekoturisme: Teori dan Praktek. Nias: BRR NAD.
Cooper C, J Fletcher, D Gilbert, S Wanhill, R Shepherd (editor). 1998. Tourism: Principles and Practice Second Edition. England: Pearson Education Limited.
Godfrey K, C Jackie. 2000. the Tourism Development Handbook. London-New York: Cassell.
Gunn CA. 1993. Tourism Planning: Basic, Concepts, Cases. Washington: Taylor & Francis.
Gunn CA. 1997. Vacationscape: Developing Tourist Areas. Washington: Taylor & Francis.
Hall CM. 2000. Tourism Planning: Policy, Processes, and Relationship. England: Pearson Education Limited.
Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Soekadijo RG. 2000. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai “Systemic Linkage”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Yogyakarta: Kanisius.

Pariwisata Lembah Kerinci: Referensi (Bagian 1)

Penulis: Milantara  


UHANGKAYO.webs.com - Artikel kali ini hanya mencoba mendeskripsikan tentang "Referensi Wisata" yang berisi tentang rujukan-rujukan dari berbagai literatur.

1. Definisi dalam Dunia Wisata

Undang-undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan tersebut juga memberikan banyak definisi tentang istilah yang terdapat dalam dunia wisata. Untuk mendapatkan UU ini, silakan download disini atau klik disini.
World Tourism Organization (2000) mendefinisikan pariwisata sebagai “the activities of persons travelling to and staying in places outsides  their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes”. Kemudian Yoeti (2000) mendefinisikan pariwisata sebagai segala sesuatu yang “berhubungan dengan wisata terutama pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dengan bidang tersebut”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008) pariwisata adalah kata benda yang diartikan “berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi”. Sedangkan dalam Oxford English Dictionary kata tourism lebih mengacu pada kata wisata yang diartikan tentang “perjalanan untuk mengisi waktu luang (leisure time)”.

Hornby dalam Suyitno (2001) menyatakan bahwa wisata adalah sebuah perjalanan di mana seseorang dalam perjalanannya singgah sementara di beberapa tempat dan akhirnya kembali lagi ke tempat asal dimana ia mulai melakukan perjalanan. Suyitno (2001) menyimpulkan bahwa wisata berbeda dengan perjalanan dalam hal:

  • Pemakaian waktu yang relatif cepat.
  • Melibatkan komponen wisata seperti objek wisata, toko cinderamata.
  • Wisata dilakukan dengan mengunjungi objek dan atraksi wisata daerah.
  • Tujuan wisata untuk mendapatkan kesenangan.
  • Tidak untuk mencari nafkah di tempat tujuan.
2. Supply Wisata

Sumberdaya (supply) wisata dapat dipahami sebagai semua dan apa saja yang karenanya dapat menarik orang untuk datang. Sumberdaya wisata dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: sumberdaya utama yang merupakan sumberdaya yang mempunyai daya tarik paling kuat dan biasanya mewakili faktor kunci yang membuat wisatawan datang. Kedua, sumberdaya pendukung yang merupakan sumberdaya pelengkap yang menambah daya tarik bagi pengunjung, tapi bukan alasan utama kehadiran wisatawan (Godfrey dan Clarke, 2000). Senada dengan Godfrey dan Clarke, Soekadijo (2000) menulis ada modal kepariwisataan yang dapat menahan wisatawan selama berhari-hari dan dapat berkali-kali dinikmati, bahkan pada kesempatan lain wisatawan mungkin kembali lagi ke tempat yang sama. Atraksi ini adalah atraksi penahan. Sebaliknya, ada juga atraksi yang hanya dapat menarik kedatangan wisatawan yang diistilahkan dengan atraksi penangkap wisatawan (tourist catcher), yang hanya sekali dinikmati kemudian ditinggalkan oleh wisatawan.

Lebih jauh Soekadijo (2000) menulis bahwa ada tiga modal kepariwisataan yang menjadi daya tarik bagi pengunjung, pertama potensi alam baik itu alam fisik, flora dan/atau faunanya. Kedua, berupa potensi budaya yang berkaitan dengan act dan artifact (tingkah laku dan hasil karya), seperti segala kebiasaan yang hidup dalam masyarakat hingga peninggalan-peningalan atau tempat-tempat bersejarah. Ketiga berupa potensi manusia itu sendiri, seperti kegiatan perlombaan maupun sekedar ingin bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat (idola).

Hubungan antara Supply dan Demand Wisata (Gunn 1997).

Gunn (1997) dalam bukunya Vacationscape memberikan definisi supply wisata sebagai pengembangan fisik dan program yang bertujuan menyediakan kebutuhan dan keinginan wisatawan. Kemudian ia menggambarkan fungsional sistem dalam wisata. Pertama, gambar tersebut menunjukkan hubungan yang erat antara demand dan supply. Kedua, model yang ia buat juga menunjukkan bahwa supply dibangun dari 5 komponen: atraksi, pelayanan & fasilitas, transportasi, informasi, dan promosi. Pada komponen Transportasi, Gunn (1997) menjelaskan bukan hanya sarana angkutan saja, namun juga pada prasarana seperti jalan. Dan ini sedikit berbeda dengan yang di tulis oleh Soekadijo (2000), dalam hal ini Soekadijo membatasi prasarana pariwisata (jalan, bandara, atau fasilitas fisik lainnya) sebagai sesuatu yang diperlukan untuk pembangunan pariwisata, namun bukan pariwisata.

3. Demand Wisata

Permintaan wisata adalah jumlah orang yang melakukan perjalanan, atau ingin melakukannya, menggunakan fasilitas dan pelayanan wisata pada tempat yang jauh dari rumah dan jauh dari tempat kerja mereka (Mathieson dan Wall, 1982 dalam Cooper et al, 1998). Selanjutnya Cooper et al menuliskan bahwa terdapat tiga komponen dasar yang mempengaruhi total permintaan wisata:

  1. Permintaan efektif atau permintaan aktual (effective or actual demand) adalah sejumlah orang yang yang benar-benar melakukan perjalanan, yaitu wisatawan. Komponen permintaan ini yang biasanya dan mudah untuk diukur.
  2. Permintaan tertahan (suppressed demand) merupakan sejumlah orang yang tidak melakukan perjalanan karena beberapa alasan. Permintaan tertahan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, permintaan potensial (potential demand) yang menunjukkan orang yang akan melakukan perjalanan pada waktu tertentu pada masa yang akan datang jika keadaan mereka berubah. Seperti tingkat belanja meningkat, atau mungkin tersedianya biaya lebih untuk liburan mereka. Kedua permintaan yang ditunda (deffered demand) karena masalah pada lingkungan penawaran, seperti kapasitas akomodasi yang kurang, kondisi cuaca atau mungkin kegiatan teroris.
  3. Terakhir adalah orang yang tidak ingin untuk melakukan perjalanan atau tidak dapat melakukan perjalanan. Kategori ini termasuk kedalam tanpa permintaan (no demand).
Ada beberapa faktor yang dapat membuat orang melakukan perjalanan atau dapat disebut sebagai motif wisata. Cooper et al (1998) dan Soekadijo (2000) mengutip sebuah tulisan McIntosh et al (1995) bahwa motif perjalanan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu:
  1. Dorongan fisik (physical motivators), yaitu motif yang berhubungan dengan keinginan untuk menyegarkan tubuh dan jiwa, dengan tujuan kesehatan, seperti olahraga, istirahat dan sebagainya. Motif ini sepertinya berhubungan dengan aktifitas yang akan mengurangi ketegangan (tension).
  2. Dorongan budaya (cultural motivator), yang dapat dikenali dari keinginan untuk melihat dan mengetahui kebudayaan lain, untuk mengetahui penduduk asli suatu daerah dengan keseharian mereka, musik, kesenian, cerita rakyat, tarian, dan sebagainya.
  3. Dorongan interpersonal (interpersonal motivator), yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu keluarga, teman, dan untuk mencari pengalaman baru yang berbeda. Perjalanan merupakan sarana untuk melepaskan rutinitas.
  4. Dorongan status atau prestise (status and prestige motivators), yang termasuk pada keinginan untuk melanjutkan pendidikan (pengembangan diri, perbaikan diri). Dorongan seperti ini lebih memfokuskan diri pada pengakuan dan perhatian dari orang lain, dengan kata lain gengsi (status) akan naik.

Feb 28, 2013

Pariwisata Lembah Kerinci: Pengantar

 
Penulis: Milantara
 
UHANGKAYO.webs.com - Pariwisata, adalah salah satu kata yang paling sering didengar, terutama saat berbicara tentang peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Lanskap Lembah Kerinci menawarkan keindahan alam yang luar biasa, yang tidak hanya diakui oleh masyarkat setempat namun juga diakui oleh sejumlah wisatawan mancanegara maupun lokal yang pernah mengunjungi Lembah Kerinci. Sehingga secara tidak langsung memperkuat mindset yang telah ada dalam masyarakat Lembah Kerinci, bahwa Lembah Kerinci memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). Hal ini tentunya diikuti dengan harapan akan terjadinya peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dari sektor pariwisata. Akan tetapi, hingga saat ini sektor pariwisata belum memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat Lembah Kerinci, sehingga bagi masyarakat Lembah Kerinci, kata pariwisata memberi  'stimulan' negatif.

Dikutip dari situs bahasa.net:
According to the Lonely Planet's GuideBook, Kerinci is "one of the most beautiful places in Sumatra." Despite its beauty, it remains one of the less known places of Sumatra. There is very little tourism, although the regional government has recently made some efforts to attract more visitors to this beautiful place. Most people come here to climb the active vulcano Gunung Kerinci or to explore the Kerinci Seblat National Park - one of the strongholds of endangered species like the Sumatran tiger and Sumatran rhinoceros. But Kerinci has more to offer than there two major attractions.

Lembah Kerinci dengan topografi yang bergunung menawarkan sejumlah fenomena alam yang beragam dan unik, seperti Gunung Kerinci, Danau Gunung Tujuh, air terjun, hingga mata air panas alam. Selain itu, Lembah Kerinci  yang terisolasi juga menawarkan sejumlah flora dan fauna endemik. Dari segi antropologi, diduga masyarakat Lembah Kerinci lebih tua dari suku bangsa Inca (Indian) di Amerika, walaupun asal muasalnya belum jelas . Namun hingga saat ini, kekayaan kondisi Lembah Kerinci ini belum mampu menarik sejumlah wisatawan untuk berkunjung.


Dalam artikel tentang Wisata Lembah Kerinci ini, terbagi kedalam enam tulisan, yaitu:


1. Definisi, Supply, dan Demand
Undang-undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. ~> klik disini untuk membaca lebih detil


2. Analisis dan Pengembangan Wisata
Suatu kawasan harus memiliki tiga faktor utama berupa atraksi, fasilitas, dan aksesabilitas agar dapat dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Sedangkan untuk menciptakan pariwisata dibutuhkan pemasaran. ~> klik disini untuk membaca lebih detil


3. Usaha Pembangunan
Namun, saat ini sudah ada pembicaraan dengan investor, yang siap membangun 1.000 home stay di Kerinci. "Kita masih melakukan penjajakan terlebih dahulu, kalau memang sama-sama menguntungkan akan kita laksanakan," bebernya.  ~> klik disini untuk membaca lebih detil


4. Potensi Demand
Katja_nsk (Novosibirsk, Russia: Lembah Kerinci - “A place to be for nature lovers”.  We went to Kerinci Valley to climb Mt. Kerinci (which was fantastic, see separate review), but we discovered that there were so much more to it! ~> klik disini untuk membaca lebih detil


5. Potensi Pasar
Beberapa objek wisata di Lembah Kerinci telah mulai dilirik oleh para pengusaha, tidak sedikit dari agen tour dan travel menawarkan paket wisata menuju objek wisata di Lembah Kerinci. Hanya saja objek wisata yang ditawarkan pada umumnya berada pada kawasan dataran tinggi Lembah Kerinci. ~> klik disini untuk membaca lebih detil


6. Analisis
Sumberdaya Manusia (atau) pengelola memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan Pariwisata Lembah Kerinci. Karena, disinilah titik awal keberhasilan atau kegagalan pembangunan pariwisata. ~> klik disini untuk membaca lebih detil