Kerinci Regency in 3D

Peta wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dalam Tiga Dimensi, oleh Milantara - uhangkayo.webs.com.

Koto Petai - Danau Kerinci

Perahu-perahu Nelayan Koto Petai - uhangkayo.webs.com.

Gunung Kerinci

Gunung Kerinci yang Menjulang diantara Awan Putih dan Langit Biru (foto: Jeremy Holden, FFI) - uhangkayo.webs.com.

Rumah Larik

Rumah Larik, Rumah Tradisional Masyarakat Lembah Kerinci - uhangkayo.webs.com.

Sungai Penuh

Senja di Batas Kota Sungai Penuh - uhangkayo.webs.com.

sideCategory1

Nov 15, 2013

Jasa Download Citra Satelit dan Map Google Earth

UHANGKAYO.webs.com - Sebagaimana teman-teman ketahui, Google telah lama berkiprah dalam menampilkan citra satelit melalui perangkat lunaknya bernama Google Earth (GE). Citra satelit yang digunakan pun telah memiliki resolusi tinggi, hanya saja citra satelit yang ditampilkan bukanlah citra satelit yang up to date. Umumnya Google menampilkan citra satelit yang berumur 2 hingga 5 tahun terakhir untuk resolusi tinggi.


Citra Satelit yang ditampilkan oleh Google telah banyak digunakan oleh berbagai kalangan untuk menunjang kegiatan mereka, seperti tugas akhir bagi mahasiswa, penelitian, kegiatan survey, dan lain sebagainya.

Biasanya saya membantu secara pribadi dari beberapa teman, untuk mengcapture Citra Satelit maupun Map dari GE bagi berbagai keperluan mereka. Sekarang saya mencoba menawarkan kepada teman-teman untuk membantu mengcapture Citra Satelit maupun Map dari GE.

Bagi teman-teman yang membutuhkan Citra Satelit maupun Map dari GE dalam ukuran yang luas dan tidak ingin direpotkan untuk mengcapture, saya menawarkan jasa download Citra Satelit maupun Map dari Google Earth dengan harga Rp.10.000,-/km2 dengan minimal pemesanan 5 km2.

Contoh hasil capture Citra Satelit GE Istana Bogor dengan Kualitas Low untuk mempermudah upload. (klik untuk memperbesar)
Capture Citra Satelit GE pada Istana Bogor dengan Kualitas Medium untuk mempermudah upload. (klik untuk memperbesar)
Contoh hasil capture Map Kota Jakarta, disimpan dengan kualitas medium untuk mempermudah upload. (klik untuk memperbesar)


Kualitas Capture GE:
  • Pada dasarnya apa yang teman-teman dapatkan sama seperti yang teman lihat langsung di Google Earth.
  • Namun, pada beberapa tempat terdapat watermark bertuliskan "© 2012 Google" seperti contoh pada gambar dibawah.
  • Capture Citra Satelit maupun Map Google Earth dilakukan pada altitude 1-1,5 km atau sesuai permintaan dan/atau sesuai kondisi AOI.
  • Hasil capture telah diregistrasi, sehingga teman-teman bisa langsung overlay dengan data lainnya.
  • Media penyimpanan pada keping DVD Maxell. 
Watermark yang terdapat pada hasil capture dari Google Earth bertuliskan "© 2012 Google".

Proses pemesanan:
  1. Teman-teman bisa menentukan AOI (Area of Interest) atau batas/wilayah studi di GE dengan cakupan minimal 5 km2. Bagi teman-teman yang belum bisa menggambar AOI di GE, dapat mengikuti tutorial pada link berikut ~> https://goo.gl/rjDoiX.
  2. Kirim kan file AOI.kmz tersebut ke saya dan alamat teman-teman, untuk selanjutnya saya konfirmasikan luas wilayah beserta jumlah biaya yang harus dibayar.
  3. Pengerjaan akan langsung saya dilakukan jika pemabayaran telah selesai. Mohon teman-teman bisa segera mengkonfirmasikan setelah melakukan transfer.
  4. Lama pengerjaan tergantung pada luas AOI. Sebagai estimasi pengerjaan saat ini adalah 20 km2 per hari.
  5. Pengiriman melalui JNE, dan nomor resi akan segera dikirimkan kepada pemesan sesaat setelah dilakukan pengiriman.

Bagi teman-teman yang berminat serius dapat menghubungi saya melalui:
 BBM: ________
(ganti tanda * dengan angka 4)

WA: 0821-7669-5*0*
(ganti tanda * dengan angka 8)

Oct 27, 2013

Buat Sendiri Multimedia Helm


UHANGKAYO.webs.com - Dulu, gw suka banget menikmati jalanan, melihat kehidupan yang dijajakan sepanjang pinggir jalan. Baik itu menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Namun, kemacetan di jalan membuat kenyamanan berkendara menjadi hilang. Bagi pengendara mobil yang tidak diburu oleh waktu mungkin masih bisa menikmati jalanan yang macet dari dalam mobil yang nyaman. Tapi akan sangat berbeda dengan pengguna motor.

Apapun kendaraan yang ada di jalanan tidak ada yang mau mengalah, praktis pengguna jalan seringkali 'melenyapkan' sisi kemanusiaannya. Apalagi di tengah hujan, percikan air dari kendaraan yang menerpa badan dan wajah anda, belum lagi lampu kendaran dari depan yang langsung menyorot ke mata... *curcol*

Bagi pengendara motor seperti saya, mungkin juga bagi sebagian pengendara motor lainnya, MP3 menjadi teman wajib dalam perjalanan. Tapi menggunakan MP3 standar dengan earphone cukup berbahaya, karena lubang telinga tertutup oleh speker, praktis suara dari luar tidak dapat masuk ke gendang telinga. Belum lagi saat menggunakan helm, mendengarkan MP3 dari earphone cukup ribet. So, kenapa tidak membuat sebuah Helm Multimedia saja?

Langsung saja, berikut alat dan cara pembuatan Helm Multimedia.

Alat dan Bahan yang dibutuhkan:

  • Headset yang sudah tidak terpakai (harga baru minimal Rp.20.000,-)
  • Kabel audio stereo male-male (dari TV tuner, beli baru Rp.5.000,-)
  • Audio port stereo female (Rp.2.000,-)
  • Solder dan timah (bisa pinjem sama teman, ato beli di kaki lima 1Rp.10.000,-)
  • Double tape dengan busa (Rp.10.000,-)
  • Helm nya sendiri, tentu saja

Total dana yang dibutuhkan adalah Rp.47.000,- diluar helm. Dana ini tentu bisa dipangkas lagi jika Anda menggunakan barang-barang lama yang tidak terpakai.

Cara pembuatannya cukup sederhana:

1. Lepaskan speaker dari headphone.


2. Kemudian solder kedua speaker tersebut serta audio port female. (Audio port female berada pada sisi kiri helm, sehingga kabel yang menghubungkan ke speaker bagian kanan lebih panjang).


3. Tempelkan double tape pada bagian belakang speaker serta pada audio port female.


4. Langkah selanjutnya adalah menempelkan bagian speaker dan audio port female pada helm.
Tempelkan speaker pada bagian dalam kiri helm yang terletak di dekat telinga.

Tempelkan juga audio port female antara tempurung helm dan busa pada bgian kiri helm.

Rapikan/sembunyikan kabel yang akan menghubungkan ke speaker bagian kanan hem.

Tempatkan kembali speaker untuk bagian kanan.


5. Helm Multimedia Stereo sudah dapat menjadi teman setia dalam perjalanan :)
Colokin kabel audio kabel male-male ke audio port female dan ke media player.


Catatan:
Kualitas suara yang anda dapatkan tergantung pada kualitas speaker.

Aug 3, 2013

Demi 'THR', Profesionalisme Wartawan Dipertanyakan?

UHANGKAYO.webs.com - Hari ini tiba-tiba kedatangan tamu. Kesan pertama yang saya dapatkan dari tamu ini adalah rasa tidak respect, karena belum diijinkan masuk ke dalam rumah, tamu ini sudah langsung masuk dan duduk di kursi tamu. Saudara saya menyampaikan bahwa tamu ini sering bertandang ke berbagai instansi pemerintah (dan mengaku) sebagai wartawan dari kota Jambi. Saat mendengar profil tentang tamu ini, rasa respect (yang masih tersisa) semakin menghilang.

Bagaimanapun beberapa tahun lalu surat kabar lokal pernah menulis berita pesanan dari salah seorang anggota dewan yang ingin menjatuhkan keluarga saya. Masa-masa itu merupakan masa yang sulit bagi keluarga besar kami, sungguh pemberitaan yang tidak adil dan pertarungan yang tidak seimbang. Iinilah harga yang harus kami bayar untuk tetap profesional pada pekerjaan. Beberapa minggu setelah berita tersebut, wartawan yang menulis berita tersebut akhirnya bertamu dan meminta maaf atas tulisannya. Serta anggota dewan yang menyewa wartawan tersebut terbukti bersalah karena kasus korupsi.


Kejadian ini dan beberapa modus wartawan (gadungan) yang sering menyeruak ke permukaan di berbagai belahan Indonesia membuat saya harus lebih berhati-hati menghadapi mereka yang mengaku diri yang berprofesi sebagai wartawan. Hingga akhirnya saya pun ikut duduk dan terlibat perbincangan dengan tamu ini.

Surat rekomendasi dengan Tempelan tandatangan pejabat dan cap dari kepolisian.

Tamu ini menyodorkan surat Rekomendasi dari Kepolisan Resort Kerinci sebagai pe'legal'an baginya untuk beraksi. Kemudian menyerahkan kalender Asosiasi Keselamatan Jalan Indonesia (Astanlanindo) tahun 2014 disertai kwitansi sebagai bukti 'pembelian' kalender tersebut. Namun yang mengejutkan adalah harga untuk kalender itu adalah Rp.100.000,-.

Kalender Astanlanindo tahun 2014 yang di'jual' seharga Rp.100.000,-

Saya perhatikan surat rekomendasi yang ia sodorkan. Saya tidak mengerti tentang surat resmi kepolisian, namun ada beberapa menurut saya kejanggalan baik dari segi grammar maupun format surat yang secara tidak sengaja menampilkan kebodohannya:
  1. Surat rekomendasi ini hanya ditulis/diketik pada kertas HVS putih dengan logo kepolisian hitam, serta TEMPELAN tanda-tangan pejabat dan cap instansi kepolisian (yang barangkali dari surat resmi lain). Kemudian di print ulang dan dilaminating, persis seperti ijazah-ijazah palsu.
  2. Sasaran dari surat ini yaitu pada (kepala) instansi-instansi pemerintah, hingga swasta. Kemudian mata saya menangkap dua kata yaitu "Kepala Kampus". Adakah istilah "Kepala Kampus"? Instansi pemerintah terlebih kepolisian pasti mengetahui istilah Rektor bagi Pimpinan tertinggi pada Perguruan Tinggi atau Universitas bukan "Kepala Kampus".
  3. Tamu ini tidak menunjukkan kartu anggota (baik itu kartu anggota seksi humas seperti yang tertulis di surat Rekomendasi yang ia serahkan, juga tidak menunjukkan kartu persnya). Namun, menunjukkan laminating "Surat Tugas" dan "Rekomendasi" yang diketik pada kertas HVS dengan TEMPELAN cap  dari instansi pemerintah dan tantatangan dari pejabat resmi. Orang yang baru mengenal desain grafis pasti bisa melakukan trik ini dengan lebih baik lagi.

Saya foto surat rekomendasi yang tamu ini sodorkan, saya berujar kepada tamu ini: "Silakan Bapak datang lagi dengan membawa surat resmi bukan dengan tanda-tangan dan cap tempelan Kepolisian Resort Kerinci, karena jika bapak melakukan ini sama saja Bapak mencemarkan nama baik Kepolisian Resort Kerinci."

Tamu ini langsung menarik surat rekomendasi tersebut dan kalender serta kwitansi bercap Astanlanindo kemudian menaruhnya kembali kedalam tas, dan berujar: "Para pejabat kepolisian kan sibuk tidak sempat menandatangani surat ini, tapi mereka telah memberi ijin untuk menempelkan tandatangan dan cap Kepolisian Resort Kerinci yang lain."

Saya: "Justru dari instansi kepolisian lah maka dibutuhkan surat resmi, bukan hanya tempelan. Bapak darimana?".

Tamu: "Saya pimpinan redaksi S (salah satu surat kabar yang cukup besar) di Jambi, saya sudah mendapatkan kepercayaan dari 2001 untuk melakukan hal ini dari kepolisian."

Saya: "Pengalaman saya dengan wartawan adalah menulis berita pesanan yang menjatuhkan orang lain. Saya yakin beliau bukan anak buah bapak".

Tamu: "Wartawan punya kode etik, jika ada yang menghalangi wartawan mencari berita maka bisa dikenakan sanksi penjara dan denda yang besar."

Saya: "Kode etik ini mengatur profesi wartawan secara internal, agar wartawan bisa bersikap profesional menulis berita dengan adil, bukan berita pesanan seseorang. Dan kode etik ini bukan menjadi tameng bagi wartawan untuk menulis berita bohong tentang seseorang atau kelompok."


Kemudian Ayah saya ikut bergabung, dan saya putuskan untuk menggali lebih jauh tentang tamu yang mengaku wartawan ini. Semakin banyak ia bicara semakin ia membuka rahasianya sendiri. Ayah saya bersikeras untuk membayar melalui asosiasi resmi yang telah ditunjuk, namun RP juga bersikeras bahwa dialah yang resmi dengan berbagai alasan. Dalam komunikasi kurang lebih 1 jam, tamu ini terlihat sangat mendominasi, dan percaya diri. Saya ketahui nama tamu ini adalah (inisial) RP dan telah melakukan hal seperti ini sejak tahun 2001, dengan alasan pihak yang meminta (red: pihak kepolisian) menyebarkan kalender ini mempercayainya. Dalam obrolan, RP ini menggunakan penekanan-penekanan (namun saya pribadi merasakan omongannya lebih sebagai gertakan/'ancaman') yang dipoles dengan bahasa yang 'bersahabat'.

Wartawan S yang menjual kalender Astanlanindo tahun 2014 seharga Rp.100.000,-

Saya tidak dapat menampilkan semua detil komunikasi karena tentu akan panjang, namun dari ucapannya saya mendapatkan beberapa poin penting pada pola 'intimidasi' yang ia lakukan:
  1. RP ini seringkali mengungkapkan bahwa profesi wartawan dapat menggali informasi dan menyebarkan berita, dengan menjadikan kode etik wartawan sebagai tameng.
  2. RP juga menggunakan nama-nama orang yang berpengaruh (seperti surat yang ia bawa), serta menyebutkan bahwa agenda yang ia sampaikan merupakan agenda resmi dari instansi resmi dengan pimpinan salah satu Irjen H pensiunan dari Mabes Polri.

Saya menyarankan kepada orang tua saya untuk menerima 'tawaran' RP ini dan membayar kalender Astanlanindo tahun 2014 seharga Rp.100.000,- sesuai dengan permintaan wartawan ini, bagaimanapun juga saya butuh kalender tersebut dan kwitansinya sebagai bukti.

Dari komunikasi yang ia sampaikan, membuat saya yakin bahwa RP ini menguasai medan, mulai dari nilai sosial masyarakat dan psikologi dasar manusia sehingga ia mampu melaksanakan sejak tahun 2001. Bagi masyarakat yang tinggal di kota kecil seperti Lembah Kerinci dengan pola sosial yang masih tradisional. Betapapun kebenaran yang dipegang oleh masyarakat tetap akan merasa kecut saat membayangkan nama mereka tertampang di media massa dengan berita yang tidak baik, terlebih ketakutan karena membayangkan harus berhadapan dengan orang-orang yang berkuasa seperti yang RP sebutkan.

Kemudian setelah mencoba mencari informasi lebih detil dan menanyakan kepada salah seorang pejabat di Mabes Polri. Nama polisi (yang merupakan tempelan) yang (seolah) memberi surat jalan pada RP adalah benar pejabat resmi kepolisian, namun tidak pernah ada edaran dari kepolisian untuk melakukan hal-hal rendah seperti ini, apalagi sampai meminta dana kepada masyarakat.

Melihat catatan 'penjualan' kalender Astanlanindo yang ia catat setiap kali berhasil menjual kalender, saya perkirakan tidak kurang dari 10 juta ia berhasil mengumpulkan uang dari sekali jalan.

Profesi wartawan adalah profesi mulia. Bersenjatakan kamera dan pena ia menyampaikan kebenaran dan keadilan, bukan menjadi tameng untuk melakukan hal yang tidak senonoh.

Dari komunikasi dengan RP dan informasi dari petinggi Mabes membuat saya berkesimpulan bahwa RP telah melakukan dua kejahatan: 1) Pemalsuan surat tugas, yang mencoreng instansi Kepolisian. 2) Memperburuk profesi wartawan karena tidak berkerja berdasarkan Kode Etik Jurnalistik. Kwitansi sendiri merupakan bentuk akad antara penjual dan pembeli.


NB:
  1. Dengan alasan kemanusiaan, tulisan ini menggunakan inisial bagi pelaku serta instansi. Harapan agar tidak mengulangi hal-hal yang sama. 
  2. Nama, surat kabar, dan instansi yang disebutkan berdasarkan komunikasi yang disampaikan oleh wartawan tersebut saat bertamu 3 Agustus 2013.
  3. Untuk mengetahui Undang-Undang No.40 Tahun 1999 Tentang Pers, serta Kode Etik Jurnalistik yang dikutip dari situs remi PWI, silakan klik disini
  
Update:
  • Pada awal tahun 2014, saya perhatikan ada beberapa baliho yang menampilkan RP ini sebagai Caleg di Lembah Kerinci.

Jul 26, 2013

Atlas Sejarah Kerinci (Bagian 3-3)


4. Kerinci Masa Prokalamasi dan Penyerahan Kedaulatan

Proklamasi kemerdekaan RI di ketahui di kerinci tanggal 23 Agustus 1945, setelah utusan dari Padang menemui H. Muchtaruddin menyerahkan salinan teks Proklamasi. Tanggal 24 Agustus 1945 (Jum'at pagi) rapat diadakan di kediaman A. Thalib Tyui (di rumah Nek Siin).

Pada hari jum'at tanggal 24 Agustus 1945 bendera merah putih untuk pertama kalinya di kibarkan di puncak Masjid Raya Sungai Penuh oleh A. Thalib mantan Tyui (Letnan satu) Gyu-Gun. Sabtu tanggal 25 Agustus 1945 di adakan pengibaran bendera merah putih secara resmi dilapangan Sungai Bungkal (sekarang kantor DPRD Kerinci) dan di belakang asrama ex Jepang (sekarang kantor kodim 0417 Kerinci) Komite Nasional Indonesia (KNI) wilayah kerinci dibentuk pada pertengahan bulan September 1945 dengan ketuanya H. Adnan Thalib, berdasarkan keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 22 Agustus 1945. Pada akhir bulan Desember 1945 A. Adnan Thalib diangkat oleh Presiden Sumatra Barat menjadi Demang (Wedana), maka ketua KNI di jabat oleh wakil ketua H. Muchtaruddin.

Setelah keluarnya maklumat Wakil Presiden RI No. X tanggal 16-10-1945, realisasi maklumat Pemerintah tanggal 3-11-1945, berdirilah partai politik di Kerinci. Pada penghujung tahun 1945, terbentuklah Laskar Rakyat di daerah Kerinci. Sementara itu dengan makin gawatnya situasi akibat tindakan Belanda yang bertentangan dengan persetujuan Lingkarjati, maka pemerintah Indonesia mengambil kebijakan antara lain mempersatukan semua pejuang bersenjata dibawah ini satu komando. Dengan penetapan Presiden RI tanggal 3 Juni 1947 seluruh pejuang bersenjata harus berada dalam satu wadah dan TRI di rubah menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia), semua kelaskaran dibubarkan bergabung dengan TNI. Pada tanggal 21 Agustus 1945 bala tentara Jepang Batalion Akiama Syose yang pada mulanya berkedudukan di Bukit Putus Tapan secara mendadak pindah ke Kerinci (Sungai Penuh) dan sebagian pasukan ini ditetapkan di daerah Kayu Aro. Pada tanggal 23 Agustus 1945 A. Thalib menemui Akiyama Syose, Komandan Pasukan Jepang itu, untuk berunding mengenai penyerahan persenjataan Jepang pada pemerintan RI. Tetapi amat di sayang kan perundingan itu tidak berhasil dan permintaan A. Thalib di tolak oleh Nakano Tyui.

September 1945 terjadi duel senjata antara pejuang dengan tentara Jepang, pertempuran ini terjadi selama dua jam 30 menit dari pukul 14.30 sampai 16.00 WSU yang mengakibatkan 2 orang gugur dan 2 orang luka parah. Lusanya pada bulan September 1945 tersebut, dilakukanlah penyerbuan ke markas Jepang dikomandoi oleh A. Thalib tepat pada jam 22.00 malam. Mayat-mayat tentara Jepang yang tewas ± 20 orang, kemudian mayat-mayat tersebut dikremasi (dibakar) di daerah Sako Duo (Kayu Aro) di daerah Muara Labu. Pada kwartal pertama tahun 1946 keluar surat keputusan presiden Sumatra Barat tentang pengangkatan H. Adnan Thalib menjadi Demang Kerinci oleh karena itu untuk mengisi jabatan ketua komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah Kerinci yang lowong telah di pilih H. A. Rahman Dayah sebagai ketua KNI di daerah Kerinci.



Pada tanggal 1 Juni 1946 Komandan Batalion III Kerinci Mayor A. Thalib dipromosikan menjadi Komandan Resimen II divisi IX di Sawah Lunto dengan pangkat Letnan Kolonel. Pada tanggal 28 Agustus 1946 Resimen II dijabat oleh Letnan Kolonel A. Thalib menggantikan Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim. Diakhir tahun 1946, Kepolisian Kerinci berubah menjadi Polisi Kabupaten Kerinci-Painan dengan pimpinannya Komisaris Klas II M. Nazir sedangkan para perwiranya antara lain adalah Inspektur II Memed dan Inspektur II Mawin.

Pada 18 Desember 1947 sesuai dengan petunjuk dari Residen Sumatra Barat, maka di Kewedanan Kerinci dibentuklah Markas Pertahanan Rakyat Kewedanan Kerinci atau disingkat (MPRK), dengan komandannya langsung Kapten Marjisan Yunus, setelah tahun 1948 baru diserah terimakan dengan Letda Muradi. Saat menjelang penyerahan kedaulatan oleh Belanda di Kerinci, para bekas Angkatan Perang dan Gerilya yang tersebar seluruh pelosok Kerinci, membentuk satu organisasi yang bernama Persatuan Ex Angkatan Perang RI (PAPRI). Peristiwa penyerahan Belanda di Sungai Penuh ialah dalam rangka melaksanakan perintah Panglima Divisi IX Brigade Banteng TNI Sumatra Tengah, yan menginstruksikan kepada Letkol A. Thalib berangkat ke ibukota Kabupaten PSK. Untuk menerima penyerahan wilayah Kerinci dari tangan Belanda ketangan Kerinci.

Perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan RI, telah menjelmakan Bumi Sakti Alam Kerinci menjadi sebuah kabupaten. Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Kerinci selama revolusi fisik, memiliki berbagai corak perjuangan yang heroik. Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag telah melenyapkan impian Belanda untuk menjajah kembali Indonesia, dan Bumi Alam Kerinci kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagai daerah merdeka dibawah RI. Demikianlah sejarah perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sumber: 
Mahyuzar. 2010. Atlas Sejarah Provinsi Jambi. Jakarta: Yudhistira.

Atlas Sejarah Kerinci (Bagian 2-3)


3. Sejarah Pembentukan Kabupaten Kerinci

a. Pemerintahan

Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin yang jabatannya yaitu Depati dan Ninik Mamak. Dibawah Depati ada Permenti (Rio, Datuk dan Pemangku) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat. Wilayah Depati Ninik Mamak disebut 'ajun arah'. Struktur pemerintahan Kedepatian:
  1. Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain Alam Kerinci, berpusat di Rawang; 
  2. Depati Empat Tiga Helai Kain, berpusat di Pulau Sangkar;
  3. Pegawe Rajo Pegawe Jenang Suluh Bindang Alam Kerinci, berpusat di Sungai Penuh;
  4. Siliring Panjang atau Kelambu Rajo, berpusat di Lolo;
  5. Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak;
  6. Lekuk Limo Puluh Tumbi, bepusat di Lempur;

Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal putus, memakan habis, membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk memutuskan suatu perkara. Dalam dusun ada 4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan dan pemuda.

Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903. Sesudah tahun 1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader. Pemerintahan dusun (pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi. Segala masalah dusun, anak kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

Ninik Mamak mempunyai kekuatan menyelesaikan masalah di dalam kalbunya masing-masing. Dusun terdiri dari beberapa luhah. Luhah terdiri dari beberapa perut dan perut terdiri dari beberapa pintu, didalam pintu ada lagi sikat-sikat. Bentuk pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda dengan sistem demokrasi asli, merupakan system otonomi murni.

Eksekutif adalah Depati dan Ninik Mamak. Legislatif adalah Orang tuo Cerdik Pandai sebagai penasihat pemerintahan. Depati juga mempunyai kekuasaan menghukum dan mendenda, diatur dengan adat yang berlaku, dengan demikian dwi fungsi Depati ini adalah sebagai Yudikatif dusun. Ini pun berlaku sampai sekarang untuk pemerintah desa, juga pada Zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk kepentingan memperkuat penjajahannya di Kerinci.

b. Hubungan Kekerabatan

Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus tunduk dan taat pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkawinan dilaksanakan menurut adat istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Hubungan kekerabatan di Kerinci mempunyai rasa kekeluargaan yang mendalam. Rasa sosial, tolong-menolong, kegotongroyongan tetap tertanam dalam jiwa masyarakat Kerinci. Antara satu keluarga dengan keluarga lainnya ada rasa kebersamaan dan keakraban. Ini ditandai dengan adanya panggilan-panggilan para saudara-saudara dengan nama panggilan yang khas. Karenanya keluarga atau antar keluarga sangat peka terhadap lingkungan atau keluarga lain. Antara orang tua dengan anak, saudara-saudara perempuan seibu, begitupun saudara-saudara laki-laki merupakan hubungan yang potensial dalam menggerakkan suatu kegiatan tertentu.

c. Hubungan Kemasyarakatan

Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai yang kecil, yaitu kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam musyawarah adat mempunyai tingkatan musyawarah adat, pertimbangan dan hokum adat, berjenjang naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko Tengganai, sko Ninik Mamak dan sko Depati. Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu menyolok. Stratifihasi social masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan dusun atau antara dusun pecahan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau dusun disebut parit bersudut empat. Segala masalah yang terjadi baik masalah warisan, kriminal, tanah dan sebagainya selalu disesuaikan menurut hukum adat yang berlaku.

d. Hubungan Kerinci Dengan Dunia Luar

Sejak zaman prasejarah Kerinci telah terbuka dan mempunyai hubungan dengan daerah luar, dibuktikan dengan penemuan bejana perungu yang berbentuk seperti periuk langseng dan gepeng. Bentuk dan ukiran bejana tersebut sama dengan yang diketemukan di pulau Madura. Ukiran kedua bejana tersebut sangat indah, hiasan ukiran berupa gambar-gambar geometris dan berpilin mirip huruf "J".

Persumpahan di Bukit Setinjau Laut Lunang antara Kerinci, Jambi dan Indrapura (Minangkabau) merupakan jalinan persahabatan yang akrab antara tiga kerajaan tersebut. Persumpahan itu membicarakan masalah saling bantu membantu antara satu daerah dengan daerah lain, baik sosial ekonomi maupun bidang pertahanan. Pesisir Andalas diduduki Belanda pada tahun 1666 M, kemudian pada tanggal 19 Agustus 1781 Pesisir Barat Sumatra diduduki oleh Inggris, kemudian pada 1819 Inggris mengembalikan lagi kepada Belanda. Pada waktu itu penduduk Kerinci telah banyak yang berdagang ke luar daerah seperti Muko-muko, Tapan, Indrapura, Bangko dan Jambi dengan membawa hasil pertanian seperti Kopi, beras dan lain-lain. Banyak pula yang merantau ke Tanah Seberang atau Semenanjaung Malaya dan seterusnya mereka menunaikan ibadah haji dari Malaya.

e. Perang Kerinci Tahun 1901 - 1903

Belanda berupaya mencari jalan ke Kerinci. Mula-mula pada tahun 1900 dari Muko-muko dikirim sepasukan Belanda mengadakan patroli di Bukit Setinjau Laut. Di puncak Gunung Raya Belanda mendirikan sebuah pesangrahan dan memasang satu tanda sebagai peringatan kedatangan mereka.

Setelah diketahui adanya Belanda yang akan menyerang Kerinci, maka rakyat Kerinci menjadi gempar dan marah, karena orang Belanda yang datang itu di anggap kafir, Penduduk Kerinci 100% penganut Islam, tentu kedatangan Belanda tidak disukai.

Pertempuran pertama di Renah Manjuto berkecamuk antara hulubalang Kerinci dengan pasukan Belanda di bawah pimpinan Depati Parbo. Korban dipihak Belanda banyak sekali hingga mereka gagal memasuki kerinci. Ketika itu pada tahun 1901 Perang Kerinci melawan penjajahan Belanda dimulai. Pada bulan Oktober 1901, 120 orang pasukan belanda berada di Indrapura bersiap menyerang Kerinci. Pada bulan Maret 1902, 500 orang pasukan Belanda di bawah Komandan Bolmar mendarat di Muaro Sakai, Tuanku Regen sebagai penunjuk jalan masuk Kerinci. Belanda menyerang dari tiga jurusan yaitu dari Renah Manjuto; dari Koto Limau Sering; dan dari Temiai.

Perang hebat terjadi di tiga tempat tersebut. Setelah koto Limau Sering dikuasai, pasukan Belanda turun memasuki ke lembah Kerinci. Dalam perang di Pulau Tengah yang di pimpin oleh seorang ulama terkenal masa itu yakni Haji Ismail dan wakilnya Haji Husin, telah bergabung pula para hulubalang dari dusun-dusun lainnya di Kerinci.

Itulah sebabnya dalam sejarah perang Kerinci, pertempuran didusun ini merupakan pertempuran yang tersengit dan terlama (lebih kurang 3 bulan). Pulau Tengah diserang oleh Belanda sejak tanggal 27 Maret 1902 dari 3 jurusan, yaitu: (1) dari jurusan Timur; Sanggaran Agung-Jujun; (2) dari jurusan Utara; Batang Merao - Danau Kerinci; (3) dari jurusan Barat; Semerap-Lempur Danau.

Serangan terakhir untuk Pulau Tengah dilakukan Belanda pada tanggal 9-10 Agustus 1903 dengan membakar Dusun Baru, perlawanan rakyat dapat mereka selesaikan. Setelah Pulau Tengah jatuh ketangan belanda tanggal 10 Agustus 1903, yang mana pada hakekatnya perang Kerinci telah selesai, namun perlawanan kecil masih terjadi di sana-sini. Terakhir pasukan Belanda menjatuhkan serangan ke Lolo, markas panglima Perang Kerinci Depati Parbo.

Pertempuran selama 5 hari di sini, dan akhirnya Belanda dapat membujuk Depati Parbo mengadakan perundingan damai. Dalam perundingan inilah Depati Parbo di tangkap dan di buang ke Ternate, Setelah Kerinci aman pada tahun 1927, atas permohonan kepala-kepala Mendapo di Kerinci kepada Pemerintah Belanda, Depati Parbo dibebaskan dan kembali ke Kerinci.

f. Kerinci Setelah Perang Depati Parbo

Setelah perang Kerinci selesai, terbentuklah system pemerintahan Kolonial Belanda. Tahun 1916 Onder Afdelling Kerinci dibagi 3 Onder Distrik yaitu Onder Distrik Kerinci Hulu dengan ibu kota berkedudukan di Semurup, Onder Distrik Kerinci Tengah dengan ibu kota berkedudukan di Sungai Penuh dan Ondre Distrik Kerinci Hilir berkedudukan di Sanggaran Agung.

Pada tahun 1922 Kerinci menjadi Afdelling Kerinci Painan dalam Kepresidenan Sumatra Barat, Belanda menyadari bahwa kekuasaan tokoh-tokoh adat di dusun-dusun dibutuhkan. Tokoh adat ini digunakan oleh Belanda untuk memperkuat penjajahan di Kerinci. Belanda membentuk pemerintahan kemendapoan. Kemendapoan langsung di bawah Onder Distrik yang tiga tadi.

Dibawah Kemendapoan terdapat pemerintahan dusun-dusun atau Kepala Dusun dan dibawahnya ada Ninik Mamak. Pemerintahan Kemendapoan tetap berjalan sampai dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dengan keluarnya UU ini berakhirlah pemerintahan Kemendapoan di Kerinci.

g. Organisasi Yang Ada di Kabupaten Kerinci

Di Kerinci sejak penjajahan Belanda dan Jepang, ada dua organisasi besar yang banyak pengikutnya, yaitu Organisasi Muhammadiyah/Aisyiah dan organisasi kepanduannya Hizbulwatan dan Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).

Organisasi Muhammadiyah Aisyiah masuk ke Kerinci tahun l938 dibawa oleh Buya Zainal Abidin Syuib yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Sebagian besar penduduk Kerinci adalah menjadi anggota Muhammadiyah/Asyiah dan yang lainnya adalah menjadi anggota Organisasi Tarbiyatul Islamiyah (PERTI). Kedua organisasi ini sejak penjajahan Belanda, terlebih-lebih pada zaman Kemerdekaan RI menjadi pelopor kemajuan Umat Islam di Kerinci. Setelah berjalannya Pemerintahan RI (sesudah pemulihan kedaulatan) banyak sekali para ulama dan pemimpin-pemimpin rakyat menjadi anggota pemerintahan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci.

h. Kedatangan Jepang

Pada awal bulan Maret 1942 Jepang menyerbu ke Indonesia. Setelah Jepang memasuki daerah Sumatra Barat, maka pemuda A. Thalib pulang ke daerah kelahirannya yaitu Kerinci sewaktu Jepang membentuk "Pemuda Nippon Raya" yang berada dibawah pimpinan Khatib Sulaiman untuk daerah Sumatra Barat, maka A.Thalib juga berusaha untuk membentuk "Pemuda Nippon raya" untuk daerah Kerinci.

i. Sikap Rakyat Terhadap Jepang

Setelah Jepang menduduki Kerinci, Pemerintahan Militer Angkatan Darat dilaksanakan di Kerinci. Pemerintahan di Kerinci dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintan yang disebut Busutzo. Pusat Pemerintahan pada masa itu dirumah bekas Konteler Belanda, sedangkan pasukan Jepang bermarkas dilokasi Kodim 0417 Kerinci sekarang.

Keadaan sosial ekonomi rakyat Kerinci mulai dikuasai, termasuk pembatasan hak terhadap menjalankan syariat Islam serta penindasan terhadap ekonomi rakyat. Rasa takut yang sangat terhadap Kempetai Jepang, terkenal dengan sebutan MP Jepang melumpuhkan semangat dan mentalitas rakyat Kerinci. Di bawah pemerintahan Miliater Jepang keadaan pendidikan di Kerinci hanya bertujuan untuk mendidik pemuda kader Jepang. Di bawah pemerintahan Militer yang keras rakyat Kerinci dibawa Jepang kepada satu tujuan, yaitu untuk memenangkan perangnya melawan pasukan sekutu. Di bawah penindasan Pemerintahan Militer Jepang, rakyat Kerinci sangat menderita dan perekonomiannya hancur luluh. Padi rakyat diambil Jepang ditengah sawah atau dipaksa dikeluarkan dari lumbung untuk makanan serdadu Jepang.

Dengan adanya perampasan itu maka rakyat Kerinci kekurangan beras. Penjelasan dan berita bahwa Indonesia akan merdeka didapat dari pasukan Jepang yang pulang ke Kerinci. Mendengar hal itu pada pertengahan tahun 1945 golongan ulama, adat, cerdik pandai di Kerinci mulai giat melaksanakan persiapan mencari siasat untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.

Sumber: 
Mahyuzar. 2010. Atlas Sejarah Provinsi Jambi. Jakarta: Yudhistira.

Jul 25, 2013

Atlas Sejarah Kerinci (Bagian 1-3)

UHANGKAYO.webs.com - Ada cukup banyak informasi tentang sejarah alam Kerinci yang beredar. Banyaknya informasi yang beredar ini barangkali dikarenakan belum adanya penelitian ilmiah yang mampu mengungkap seluk-beluk Alam Kerinci. Salah satu tulisan penjelasan yang cukup ilmiah adalah pada buku "Mengungkap Tabir Prasejarah Alam Kerinci"yang ditulis oleh seorang Profesor putra daerah Kerinci (klik disini untuk membaca).

Berikut merupakan salah satu tulisan yang mencoba menyampaikan tentang Sejarah Alam Kerinci, tulisan ini dikutip dari Atas Sejarah Provinsi Jambi yang diterbitkan pada Tahun 2010, yang disusun oleh Mahyuzar. Atlas Sejarah Provinsi Jambi ini menampilkan sejarah tiap Kabupaten/Kota dalam administrasi Provinsi Jambi. Saat membuka atlas ini, saya berharap menemukan penjelasan yang lebih detil melalui data spasial, namun atlas ini hanya menyajikan peta tiap Kabupaten/Kota dan memberikan penjelasan yang panjang tentang Kabupaten/Kota tersebut. Saya cenderung melihat tulisan beliau ini sebagai sebuah buku daripada atlas. Berikut adalah kutipan tentang Kerinci.



1. Sejarah Kerinci

Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Luas wilayahnya 4.200 km2; dengan populasi 300.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Sungai Penuh. Menurut Tambo Alam Minangkabau, Daerah Rantau Pesisir Barat (Pasisie Barek) pada masa Kerajaan Alam Minangkabau meliputi wilayah-wilayah sepanjang pesisir barat Sumatera bahagian tengah mulai dari Sikilang Air Bangis, Tiku Pariaman, Padang, Bandar Sepuluh, Air Haji, Inderapura, Muko-muko (Bengkulu) dan Kerinci. Dengan demikian Kerinci merupakan daerah Minangkabau.

Pada waktu Indonesia merdeka, Sumatera bagian tengah mulai dipecah menjadi tiga provinsi yaitu Sumatera Barat (meliputi daerah Minangkabau), Riau (meliputi wilayah kesultanan Siak, Pelalawan, Rokan, Indragiri, Riau-Lingga ditambah Rantau Minangkabau Kampar dan Kuantan) dan Jambi (meliputi bekas wilayah kesultanan Jambi ditambah Rantau Minangkabau Kerinci). Kerinci pernah berada di bawah Kerajaan Inderapura bersama wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan sebagian wilayah Provinsi Bengkulu diantaranya Muko-Muko.

Daerah Kerinci ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi, dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Daerah Kerinci memiliki luas 4.200 km2 terdiri atas 11 kecamatan (yang merupakan rangkaian kampung atau pemukimam). Statistik tahun 1996 menunjukkan populasi suku Kerinci sekitar 300.000 jiwa.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, Kerinci merupakan kawasan yang telah memiliki kekuasaan politik tersendiri. Sebelum Belanda masuk Kerinci mencatat tiga fase sejarahnya yaitu: Periode Kerajaan Manjuto atau Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, Periode Depati, dan Periode Depati IV Alam Kerinci. Kerajaan Manjuto, sebuah kerajaan yang berada di antara Kerajaaan Minangkabau dan Kerajaan Jambi, beribukotakan di Pulau Sangkar. Berikutnya, pada dua periode Depati, Pulau Sangkar dan kayu aro memainkan peran sentral sebagai salah satu dari empat pusat kekuasaan di Kerinci (Rasyid Yakin, hal. 4 -14).

Tetapi semenjak Belanda mulai menduduki Kerinci pada 1914, peran sentral Kayu Aro secara politik pemerintahan mulai mengalami penyusutan. Ketika Belanda menetapkan Kerinci sebagai sebuah af delling dalam kekuasaaan Karesidenan Jambi (1904) maupun di bawah Karesidenan Sumatera Barat (1921), dan ketika Kerinci menjadi sebuah kabupaten sendiri dalam wilayah Propinsi Jambi (pada 1958), Pulau Sangkar hanyalah sebuah ibukota kemendapoan (sebuah unit pemerintahan setingkat di bawah kecamatan dan setingkat di atas desa).

2. Asal-Usul Nama Kerinci

Nama 'Kerinci' berasal dari bahasa Tamil “Kurinci”. Tanah Tamil dapat dibagi menjadi empat kawasan yang dinamakan menurut bunga yang khas untuk masing-masing daerah. Bunga yang khas untuk daerah pegunungan ialah bunga Kurinci (Latin Strobilanthus). Dengan demikian Kurinci juga berarti 'kawasan pegunungan'.

Di zaman dahulu Sumatera dikenal dengan istilah Swarnadwipa atau Swarnabhumi (tanah atau pulau emas). Kala itu Kerinci, Lebong dan Minangkabau menjadi wilayah penghasil emas utama di Indonesia (walaupun kebanyakan sumber emas terdapat di luar Kabupaten Kerinci di daerah Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin). Di daerah Kerinci banyak ditemukan batu-batuan Megalitik dari zaman Perunggu (Bronze Age) dengan pengaruh Budha termasuk keramik Tiongkok. Hal ini menunjukkan wilayah ini telah banyak berhubungan dengan dunia luar.

Awalnya 'Kerinci' adalah nama sebuah gunung dan danau (tasik), tetapi kemudian wilayah yang berada di sekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan begitu daerahnya disebut sebagai Kerinci (Kinci atau Kince atau "Kincai" dalam bahasa setempat), dan penduduknya pun disebut sebagai orang Kerinci.

Sumber: 
Mahyuzar. 2010. Atlas Sejarah Provinsi Jambi. Jakarta: Yudhistira.

Jun 7, 2013

Pariwisata Lembah Kerinci: Analisis (Bagian 6 - Akhir)

Penulis: Milantara  
 
UHANGKAYO.webs.com - Bagian ini hanya mencoba menjabarkan sekilas, sebatas key note yang sebenarnya juga sudah pernah disampaikan pada beberapa grup diskusi Kerinci. Ini merupakan bagian terakhir dari Pariwisata Lembah Kerinci (Pengantar, Referensi 1, Referensi 2, Usaha Pembangunan, Potensi Demand, Potensi Pasar, Analisis).

1. SDM - Modal Utama Mengantarkan Sektor Pariwisata Lembah Kerinci sebagai Leading Sector Pembangunan Lembah Kerinci

Wisata memiliki banyak 'wajah', kita mengenal adanya wisata massal, wisata alam, wisata minat khusus, agrowisata, ekowisata dan lain sebagainya. Jika diperhatikan, umumnya istilah wisata yang dikenal oleh masyarakat selama ini lebih identik dengan konsep wisata massal. Hal ini terlihat dari cara mendefinisikan pariwisata/wisata, seperti ketersediaan akses jalan yang mulus, akomodasi yang baik, hingga kegiatan yang dilakukan saat berada di objek wisata yaitu dengan menggelar tikar, berkumpul, dan menikmati panorama alam.


Cara melihat pariwisata tentu mempengaruhi dalam merencanakan dan mengelola pariwisata itu sendiri, serta usaha-usaha pembangunan yang dilakukan. Tidak semua perencanaan dan pembangunan pariwisata harus mencontoh atau mendapat perlakuan yang sama seperti daerah tujuan wisata yang telah maju. Terlebih ditengah keterbatasan, dibutuhkan sebuah konsep (perencanaan) yang tepat dengan memperhatikan parameter terkait. Disinilah pentingnya Sumber Daya Manusia (SDM), untuk dapat memilah dan menilai parameter-parameter penting.

SDM (pengelola) yang profesional juga dituntut untuk dapat mempertahankan kualitas pada kepuasan yang diterima oleh wisatawan. Sehingga Lembah Kerinci yang memiliki jargon "Sekepal Tanah Surga yang Tercampak ke Bumi" bukan hanya menjadi terkenal dan ramai di kunjungi wisatawan, namun juga diharapkan Pariwisata Lembah Kerinci dapat menjadi leading sector bagi pertumbuhan sektor-sektor lain.

Sebagaimana diketahui sektor pariwisata bersifat multiplier effect, hal ini karena pariwisata (yang sukses) dapat merangsang tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor lain. Ilustrasi sederhana adalah, untuk memenuhi kebutuhan pokok wisatawan seperti makan, akan menumbuhkan sektor pertanian hingga peternakan/perikanan. Hal ini tentu berbeda dengan sektor-sektor lain yang hanya fokus pada sektornya masing-masing.

2. Arah Pembangunan Pariwisata Lembah Kerinci

Pada beberapa grup diskusi, sempat terlontar pertanyaan: "mau dibawa kemana pariwisata Lembah Kerinci (Kabuptan dan Kota)?". Berharap pertanyaan ini dapat menjadi dasar untuk memulai diskusi tentang usaha pembangunan pariwisata, agar dapat menemukan sebuah solusi serta menghindari debat kusir. Pada kesempatan tersebut juga sempat disampaikan bahwa: "arah pembangunan pariwisata Lembah Kerinci kurang tepat", yang sebenarnya inilah dasar yang memunculkan pertanyaan diatas. Tentu hal ini dapat dilihat dari usaha pembangunan pariwisata yang telah dilaksanakan selama ini. Jika kita melihat dengan jeli, maka arah pembangunan pariwisata tidak fokus. Belum lagi apabila membandingkan usaha yang telah dilakukan dengan potensi supply dan demand wisata Lembah Kerinci, akan terlihat ketidaksesuaian.



Pada dasarnya, konsep apapun yang diusung tidak salah jika mengejar keuntungan semata. Entah itu pengembangan pariwisata yang berfokus pada keinginan demand semata, atau sesuai dengan ego perencana, atau memang mengembangkan sesuatu yang orisinil. Apalagi ditunjang dengan ketersediaan sumberdaya yang tidak terbatas, apapun konsep pembangunan pariwisata dapat dipastikan akan berjalan dengan baik. Sebut saja meratakan bukit kemudian merubahnya menjadi savana yang luas seperti halnya di afrika, maupun menghadirkan suasana pantai lengkap dengan gelombang lautnya. Tentu ini bukanlah hal yang sulit untuk diwujudkan dengan sumberdaya (kapital) yang tak terbatas.

Berbeda halnya dengan Lembah Kerinci yang serba dalam keterbatasan. Kondisi ini menuntut satu konsep yang tepat bagi pengembangan sektor pariwisata. SWOT (WOTS-UP) merupakan analisis yang cukup populer dan sering dijadikan dasar dalam dalam pengambilan keputusan, analisis SWOT membantu kita untuk melihat dan memahami dengan lebih detil pada masing-masing parameter. Dalam suatu perencanaan analisis SWOT akan difokuskan pada kekuatan (Strength) dengan memanfaatkan peluang (Opportunity), serta menghindari ancaman (Threat) dan mengatasi Kelemahan (Weakness). Namun, berpegang pada SWOT semata akan menghadirkan subjektifitas yang tinggi, untuk itu dibutuhkan analisis lain yang mendampingi analisis SWOT.

3. Usaha - Supply - Demand

Letak Lembah Kerinci yang merupakan enclave dari Taman Nasional dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit memberikan dampak positif berupa keanekaragaman hayati yang cukup tinggi (flora-fauna), fenomena alam, hingga kekayaan budaya dan prasejarah yang berbeda dari jamannya. Tidak dapat dipungkiri potensi (kekuatan/Strength) wisata yang dimiliki oleh Lembah Kerinci berbasis pada alam. Dan dewasa ini, potensi pasar wisata berbasis alam juga mengalami pertumbuhan. Ini merupakan suatu peluang (Opportunity) bagi Lembah Kerinci mengedepankan potensi yang dimilikinya ini.

Dari beberapa upaya atau program yang telah dicanangkan dan dilaksanakan oleh pengelola, terlihat adanya ketidak-sesuaian antara supply dan demand. Beberapa usaha (terpantau) yang dilakukan selama ini (sebut saja) hanya mencoba mengatasi kelemahan (Weakness), namun tidak berfokus menonjolkan kekuatan (Strength) dan/atau memanfatkan peluang (Opportunity). Potensi yang dimiliki oleh Lembah Kerinci cukup tinggi, khas, dan unik, potensi yang hanya dimiliki segelintir tempat di muka Bumi. Namun, potensi ini tidak begitu dilirik oleh pengelola dan tidak terkelola dengan baik.

Walaupun potensi supply yang ada ini terkesan terabaikan, namun telah terjalin hubungan yang cukup baik (dan secara alami) antara supply wisata Lembah Kerinci dengan demand diluar sana. Hal ini dapat kita lihat pada desa kaki Gunung Kerinci yang telah berdiri sejumlah homestay. Homestay ini merupakan tempat singgah bagi para wisman yang umumnya datang untuk melihat, menikmati, dan mengagumi keunikan flora (burung) hingga alam Lembah Kerinci.

Sedangkan dari sisi demand, ada cukup banyak demand dalam hal ini adalah wisatawan yang (ingin) mengunjungi Lembah Kerinci, baik itu actual demand maupun suppressed/potential demand. Actual demand merupakan wisatawan yang benar-benar mengunjungi Lembah Kerinci. Bahkan, sejumlah wisatawan memiliki keinginan untuk kembali mengunjungi Lembah Kerinci.

Selisih waktu tempuh menuju Kawasan Wisata Puncak dari Jakarta pada saat libur mencapai lebih 3 Jam.

Pariwisata: salah satu syarat bertemunya motif wisatawan dengan atraksi wisata (lokasi: Kebun Raya Cibodas).

Dengan mengetahui aspek-aspek ini (demand, supply, kapital, dll), tentunya pertanyaan "mau dibawa kemana pariwisata Lembah Kerinci?" akan lebih mudah untuk dijawab. Sehingga walaupun masih dalam tahap membangun, sektor pariwisata Lembah Kerinci dapat memberikan kontribusi positif bagi daerah dan/atau masyarakat lokal.

4. Investor vs Masyarakat Lokal, antara Kemajuan dan Pemerataan

Keberadaan investor yang mengucurkan dana untuk pembangunan berbagai sarana wisata dapat mempercepat kemajuan pariwisata. Namun, bagaimanapun orientasi investor adalah bisnis, sehingga akan menciptakan dampak negatif yang cukup berarti bagi daerah terutama masyarakatnya. Kemajuan barangkali hanya akan terlihat dari luar yang dinikmati oleh para investor (serta para wisatawan), namun tidak demikian halnya dengan masyarakat lokal.

Salah satu  peran investor (ilustrasi).

Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pariwisata Bali yang maju merupakan campur tangan dari para investor yang menanamkan modalnya dalam berbagai bentuk; seperti hotel, restoran, cafe, dan lain sebagainya. Hal yang sama dapat dilihat dari kondisi Kawasan Puncak (Bogor-Cianjur) yang juga dipenuhi dengan berbagai akomodasi dari kelas standar hingga mewah.

Namun, tidak dapat disangkal juga bahwa kehadiran investor dari luar ini, menciptakan kesenjangan ekonomi yang makin jauh. Salah seorang tokoh masyarakat Bali dalam acara "Karikatur Negeriku" (19 Mei 2013) yang tayang di salah satu stasiun televisi nasional, menyampaikan bahwa: "Tidak terjadi pemerataan kesejahteraan ekonomi. Penguasaan asing lebih besar terlebih pada lahan-lahan strategis, pada akhirnya masyarakat lokal terpinggirkan. Bali dinikmati keindahannya oleh masyarakat dunia, namun tidak demikian yang dirasakan oleh masyarakat lokal."

Menurut Kadin Kab. Bandung, 80 persen jumlah investasi di sektor pariwisata di Bali berasal dari para pemilik modal dari luar negeri, apalagi investasi yang masuk tersebut tidak terlalu dirasakan secara nyata oleh masyarakat Pulau Dewata, khususnya kalangan masyarakat kurang mampu. Manfaat itu hanya dirasakan oleh pemilik modal asing sehingga keuntungan yang didapat pun dibawa ke luar Bali.

Kawasan Puncak yang menjadi kawasan tujuan wisata daerah Jawa Barat (bahkan dari beberapa Negara Timur Tengah) mengalami hal yang sama, lahan-lahan strategis dikuasai oleh investor yang notabene bukan masyarakat lokal. Wisatawan yang datang dari luar daerah berdatangan mengunjungi daerah mereka, menikmati keindahan alam, udara yang sejuk. Namun, para wisatawan menginap di hotel-hotel dan/atau makan di restoran yang bukan dimiliki oleh masyarakat lokal.

Dalam contoh ini, baik Bali maupun Kawasan Puncak, masyarakat lokal mendominasi sebagai buruh kasar. Perputaran uang dikuasai oleh para investor (asing), yang pada akhirnya di bawa keluar. Pada beberapa stasiun televisi nasional seringkali menampilkan kondisi sejumlah keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan, sementara daerah mereka menjadi tujuan wisata yang maju. Sangat ironis.

Melihat kenyataan ini, diperlukan sebuah perencanaan yang matang bagi sektor pariwisata Lembah Kerinci agar tidak terjebak pada hal yang sama. Kemilau wisata hendaknya tidak hanya terlihat dari luar saja, namun juga dapat dinikmati dari dalam oleh semua lapisan masyarakar lokal. Pengembangan yang melibatkan masyarakat lokal, menempatkan masyarakat lokal sebagai subjek bukan objek dalam pariwisata. Dengan cara inilah keindahan alam tidak hanya dinikmati oleh wisatawan namun juga masyarakat lokal dapat merasakan hasil dari keindahan daerah mereka.

NB:
Salah seorang calon Bupati Kerinci 2014 juga sempat menyorot tentang pariwisata yang berbasis masyarakat pada blog pribadinya (?). Untuk membaca lebih detil tulisan beliau, silakan klik disini.

5. Transferabilitas
 
Transferabilitas menurut Soekadijo (2000) adalah kemudahan dalam berpindah tempat atau berpergian dari tempat tinggal wisatawan ke tempat atraksi wisata. Transferabilitas dalam hal ini, mencakup prasarana jalan, ketersediaan angkutan, hingga dokumen perjalanan.

Mengulas tentang prasarana jalan, Soekadijo (2000) menjelaskan dalam sub-bab Addendum:
"Prasarana diperlukan untuk pengembangan pariwisata, akan tetapi bukan pariwisata."

Dalam paragraf berikutnya, Soekadijo juga menjelaskan bahwa:
"Mengingat hubungan antara sarana dan prasarana, jelaslah bahwa pembangunan prasarana pada umumnya harus mendahului sarana. Adakalanya prasarana dibangun bersama-sama dalam pembangunan sarana wisata, seperti jalan prasarana untuk kawasan Nusa Dua. Sebaliknya pembangunan sarana pariwisata dapat mengakibatkan peningkatan kondisi prasarana. Bali dapat berkembang sebagai daerah tujuan wisata karena aksesibilitasnnya baik, antara lain disebabkan oleh adanya prasarana pelabuhan dan bandara. Ketika pembangunan pariwisata di Bali berhasil, bandara Ngurah Rai perlu ditingkatkan kondisinya. Ada hubungan timbal balik antara sarana dan prasarana. Prasarana merupakan prasyarat untuk sarana, sebaliknya sarana dapat menyebabkan perbaikan sarana."

Ada sebuah pertanyaan yang menggelitk: "Apakah kondisi prasarana jalan menuju Lembah Kerinci menjadi penghambat bagi wisatawan untuk berkunjung?" Untuk menjawab pertanyaan ini tentu kita harus melihat kembali konsep pengembangan wisata Lembah kerinci (jika telah ditetapkan), lebih tepatnya pada target pasar. Jika target pasar adalah wisatawan massal, tentu kondisi jalan Lembah Kerinci menjadi penghambat. Namun tidak sebaliknya apabila segmen pasar yang dibidik adalah para wisatawan minat khusus dan/atau para ekowisatawan.

Ketersediaan sarana (pariwisata) juga tidak terlepas dari kehadiran wisatawan. Salah satu contoh yang dekat adalah ketersediaan akomodasi di Kersik Tuo. Jika dahulu, hanya dikenal satu atau dua homestay, dewasa ini cukup banyak homestay yang ditemui di desa ini. Keberadaan homestay ini menjadi indikator adanya peningkatan kunjungan wisatawan.

Iseng-iseng saya pernah menanyakan tentang kondisi jalan Lembah Kerinci pada salah seorang wisman saat menemani ia mengelilingi Lembah Kerinci, jawabannya adalah: "Walaupun saya tahu kondisi Lembah Kerinci seperti ini, tidak akan menyurutkan niat saya untuk mengunjungi Lembah Kerinci. Lembah Kerinci sendiri memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata alam, dan seiring waktu kondisi jalan pasti akan lebih baik. Namun, saya tidak mengerti kenapa objek wisata ini harus dibangun ini itu... (sensor), dan jika saya pengelola saya akan membangun bla bla ... (sensor)".

Hal senada juga barangkali bisa ditemui di berbagai media online, bahkan ada cukup banyak wisatawan nusantara yang juga tidak mempermasalahkan kondisi jalan yang ada saat ini. Walaupun, harapan yang akan datang adanya suatu perbaikan jalan. Kembali seperti yang disampaikan oleh Soekadijo bahwa prasarana jalan bukan lah pariwisata, prasarana jalan dimanfaatkan oleh banyak sektor.

Pembangunan wisata dari dalam barangkali menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan Pariwisata Lembah Kerinci, dengan demikian tingkat kujungan wisatawan yang mengunjungi Lembah Kerinci meningkat, yang akan memicu perbaikan jalan menuju Lembah Kerinci.

6. Promosi

Setelah penentuan konsep, maka setiap kegiatan, setiap usaha yang dilakukan mulai dari A sampai Z haruslah mengikuti konsep yang telah ditetapkan, termasuk juga dengan promosi.

Promosi menjadi salah satu ujung tombak dalam pengembangan pariwisata, promosi pariwisata yang baik adalah promosi yang mampu membuat calon wisatawan berminat untuk mengunjungi objek/daerah yang dipromosikan. Secara umum, promosi terbagi atas dua kelompok besar: yaitu promosi aktif, dan promosi pasif. Dalam hal ini, promosi aktif dan pasif memiliki dampak dan cara/media yang berbeda.

Promosi Pariwisata Kabupaten Kerinci pada Gebyar Wisata dan Budaya Nasional 2013 di JCC, Jakarta.

Promosi Pariwisata Kota Sungai Penuh pada Gebyar Wisata dan Budaya Nasional 2013 di JCC, Jakarta.

***

Tulisan ini hanya sebuah pemikiran sederhana tentang sektor pariwisata Lembah Kerinci, hanya sebatas keynote. Masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan dan tidak dibahas dalam tulisan ini, seperti: perencanaan kawasan wisata (objek penarik & objek penahan), interpretasi, perencanaan transportasi, perencanaan akomodasi, pengkondisian pasar/demand, pengelolaan (pemda/pemkot - balai), hingga pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat.

May 12, 2013

Overlay Image Pada Google Earth


UHANGKAYO.webs.com - Suatu hari saya harus melakukan presentasi untuk suatu rencana kegiatan. Presentasi ini menuntut untuk menjelaskan secara detil lokasi kegiatan serta rencana yang akan dilakukan. Sedikit kesulitan untuk menyampaikan ide-ide jika harus menggunakan  powerpoint dan atau gambar dalam 2 Dimensi, namun dengan bantuan Google Earth (GE) dapat mempermudah dalam menjelaskan kondisi eksisting maupun rencana tapak. Dan tentu saja presentasi anda akan lebih berbeda, selain dapat memperindah presentasi Anda, dengan cara ini dapat juga membantu untuk memahami karakter dari lahan tersebut melalui (rencana) peta tematik.

Overlay GE pada artikel ini dilakukan pada Kebun Raya Cibodas (KRC), Cipanas. Hal yang terpenting adalah mempersiapkan bahan terutama peta lokasi yang akan di overlay.

1. Buka GE, search pada lokasi anda.



2. Klik pada "Add Image Overlay" atau ikon sehingga akan muncul jendela baru.



3. Klik tombol "Browse" untuk memilih file yang akan di overlay di GE.


4. Klik tombol Open sehingga file yang dipilih tersebut tampil di GE, seperti gambar berikut.


5. Agar posisi file tersebut pas dengan koordinat bumi, maka gunakan bantuan pada tab "location". Masukkan data koordinat file tersebut, yang dibutuhkan adalah koordinat North-East (kanan-atas) dan koordinat South-West (kiri-bawah).


6. Hasil yang didapatkan adalah seperti di bawah ini.


7. Dengan mengaktifkan "Terain" pada kolom Layers GE maka Anda dapat menampilkan peta overlay tersebut dalam bentuk 3 dimensi.



May 7, 2013

Pariwisata Lembah Kerinci: Potensi Pasar (Bagian 5)

Penulis: Milantara 
 
UHANGKAYO.webs.com - Pada bagian Melihat Lebih Dekat ini sebenarnya agak meragukan bagi saya untuk menampilkan dalam tulisan ini, satu alasan utama karena cukup lama tidak update dengan perkembangan wisata di Lembah Kerinci, sehingga akan memberikan kesan nilai subjektifitas (baca: mengada-ada) yang tinggi. Namun, jika tidak disampaikan, tulisan berikutnya akan menjadi lebih tidak bermakna. Saya akan mencoba mengambil beberapa hasil googling dengan informasi yang (menurut saya) cukup penting bagi perkembangan dunia wisata Lembah Kerinci. Pada bagian Melihat Lebih Dekat, terdiri atas tiga sub bagian, yaitu: 1) usaha yang telah dilakukan pengelola, 2) potensi Lembah Kerinci di mata wisatawan, dan 3) potensi pasar Lembah Kerinci di mata para pengusaha.
Beberapa objek wisata di Lembah Kerinci telah mulai dilirik oleh para pengusaha, tidak sedikit dari agen tour dan travel menawarkan paket wisata menuju objek wisata di Lembah Kerinci. Hanya saja objek wisata yang ditawarkan pada umumnya berada pada kawasan dataran tinggi Lembah Kerinci, objek ditawarkan hanya Gunung Kerinci, Danau Gunung Tujuh, dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Padahal terdapat sejumlah objek lain yang juga memiliki potensi yang tinggi. Melihat banyaknya agen yang menawarkan paket wisata, dapat menjadi suatu indikator besarnya peminat/wisatawan yang ingin mengunjungi objek wisata Lembah Kerinci dan semakin meningkat apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berikut adalah beberapa agen tour dan travel yang menawarkan paket wisata ke objek yang terdapat di Lembah Kerinci.

1. Kerinci Mountain - Kerinci Muaro Sako and Gunung Tujuh (Sumber: reginaadventures.com)

Kerinci Mountain - 5 Days 4 Nights

  • Day 01 : Padang – Kayu Aro (l, d)
  • Day 02 : Climbing Mount Kerinci (b, l, d)
  • Day 03 : Climbing to the Summit (b, l, d)
  • Day 04 : Kayu Aro – Padang (b, l, d)
  • Day 05 : Padang – Airport (b)
Kerinci Muaro Sako and Gunung Tujuh - 5 days 4 nights
  • Day 1 : Padang – Kersik Tuo (l, d)
  • Day 2 : Kersik Tuo – Muaro Sako (b, l , d)
  • Day 3 : Kersik Tuo - Gunung Tujuh (b, l , d)
  • Day 4 : Kersik Tuo - Padang (b, l , d)
  • Day 5 : Padang - Airport (b)
2. Lombok Mount Kerinci Seblat And Kubu Tribe Trip Itinerary (Sumber: lombokhotelandtravel.com)
 

  • Day 01. Airport / padang - bukittinggi (pusako / royal denai hotel)
  • Day 02. Bukittinggi - kersik tuo ( subandi / paiman guest house) b
  • Day 03. Climbing up mount kerinci. ( tent / shelter ) b.l.d
  • Day 04. Top of mount kerinci - kersik tuo (subandi / paiman guest house) b,l
  • Day 05. Kersik tuo - bangko (permata / bukit indah htl) b
  • Day 06. Explore kubu primitive tribe. B
  • Day 07. Bangko - bukittinggi ( pusako / royal denai htl) b
  • Day 08. Bukittinggi - padang /airport. B
3. Mount Kerinci Trekking (Sumber: equator-indonesia.com)


DAY 1
  • 9 am : Meeting point at Padang city.
  • 9 am – 6 pm : Drive to Kersik Tuo village, entry point of Kerinci trekking.
  • 7 pm : Dinner at the village, prepare for tomorrow.
  • Overnight at Kersik Tuo village
DAY 2
  • 6 – 8 am : Prepare, breakfast at the village.
  • 8 – 9 am : Trekking across the tea plantation until Pintu Rimbo (Kerinci-Seblat National Park entrance gate).
  • 9 – 1 pm : Trekking to Pos 1 (2700 meter above sea level).
  • 1 – 2 pm : Take a rest on the way.
  • 2 – 5 pm : Trekking to camp site Pos 2 (3100 meter above sea level).
  • 7 pm : Dinner at Pos 2.
  • Overnight at Pos 2 (tent)

DAY 3
  • 3 am : Wake up, prepare for summit attack.
  • 3.30 – 6 am : Final step, trekking to mount Kerinci summit.
  • 6 – 7 am : At the top of mount Kerinci (3805 meter above sea level).
  • 7 – 9 am : Down to camp site.
  • 9 – 10 am : Breakfast at Pos 2, prepare to going down to Kersik Tuo village.
  • 10 – 5 pm : Trekking down to the village.
  • 5 pm : Have arrived at Kersik Tuo village.
  • Overnight at Kersik Tuo village

DAY 4
  • 6 – 7 am : Wake up, breakfast, and prepare for Gunung Tujuh lake trip.
  • 7 – 9 am : Drive to Plompek village.
  • 9 – 10 am : Trekking to Gunung Tujuh lake.
  • 10 – 12 am : At Gunung Tujuh lake.
  • 1 – 11 pm : Going back to Padang city, dinner on the way.
  • The end of services
***

Jika Anda mencoba search online menggunakan mesin pencari, Anda akan menemukan lebih banyak lagi agen yang menawarkan paket wisata pada beberapa objek wisata yang terdapat di Lembah Kerinci, (untuk saat ini) didominasi oleh Gunung Kerinci dan sekitarnya.

Pariwisata Lembah Kerinci: Potensi Demand (Bagian 4)

  Penulis: Milantara 
 
UHANGKAYO.webs.com - Pada bagian Melihat Lebih Dekat ini sebenarnya agak meragukan bagi saya untuk menampilkan dalam tulisan ini, satu alasan utama karena cukup lama tidak update dengan perkembangan wisata di Lembah Kerinci, sehingga akan memberikan kesan nilai subjektifitas (baca: mengada-ada) yang tinggi. Namun, jika tidak disampaikan, tulisan berikutnya akan menjadi lebih tidak bermakna. Saya akan mencoba mengambil beberapa hasil googling dengan informasi yang (menurut saya) cukup penting bagi perkembangan dunia wisata Lembah Kerinci. Pada bagian Melihat Lebih Dekat, terdiri atas tiga sub bagian, yaitu: 1) usaha yang telah dilakukan pengelola, 2) potensi Lembah Kerinci di mata wisatawan, dan 3) potensi pasar Lembah Kerinci di mata para pengusaha.

Saat berbicara tentang potensi wisata, semua masyarakat maupun wisatawan yang pernah mengunjungi Lembah Kerinci sependapat bahwa Lembah Kerinci memiliki potensi yang tinggi untuk dijadikan daerah tujuan wisata. Berikut adalah beberapa kutipan dari beberapa wisatawan yang bersyukur yang pernah mengunjungi Lembah kerinci.

1. Kerinci Valley (tripadvisor.com)



A place to be for nature lovers” - Katja_nsk (Novosibirsk, Russia; Nov 9, 2012)
We went to Kerinci Valley to climb Mt. Kerinci (which was fantastic, see separate review), but we discovered that there were so much more to it! Actually all the waterfalls and mountains and lakes could have separate entries here at TA for reviews! But as the area is not often visited maybe it makes sense to have them all grouped as it is.

During our 4-day trip we were based in the village of Kersik Tua, the closest village to the beginning of Mt. Kerinci trek. We stayed at Family Homestay (separate review) under the care of our great host and guide Endatno Een (endatno@gmail.com, +6285266266992). We highly recommend him as a guide for any activity you might plan for your stay at Kerinci Valley as he does mountain trekking, jungle trekking, canoe trips, birdwatching trips, tea plantation tour etc. Throughout out stay we felt perfectly comfortable and safe with him and really enjoyed his company.

Seven Mountain Lake (Danau Gunung Tujuh, 1950 m)

This is a easy one-day hike that lies though rainforest and ends at the Lake. You first go up the hill to about 2100 m and then down to the Lake. It took us about 3 hours of relaxed walking to reach the Lake where we had a lunch arranged by Een and swam in the refreshing water. On the way to the Lake Een shared with us his deep knowledge, love and respect for jungle. He did a great job finding, showing and explaining us about flora and fauna of the jungle, both seen and unseen by us. We saw a Siamang monkey, many birds and interesting plants (wild orchids, ginger flowers, pitcher plants, ratan tree, iron tree, cinnamon tree etc.). Een even can try and call some birds and monkeys by playing the records of their voices in his cellphone! If you are going to swim in the lake, consider taking aqua shoes as there is no good way to enter the water, and you may step on a sharp rock or a slippery tree trunk. Also there is a trek that goes along the lake shore and somewhere in the distance we saw fishermen boats. So if you want to spend more time at the lake, apparently it is possible to do a longer trek.

Tea plantations

The village of Kersik Tua is surrounded by stunning tea plantations that were set by Dutch almost 100 years ago. As far as we understood this is one of the largest tea plantations in the world! Een took us to see a group of workers and the team manager told us about the tea making process (with Een's translation).

Waterfalls

There are many waterfalls in the area, but we only saw the one nearest to Kersik Tua - Telun Berasap. What an impressive site!! The waterfall is tall and powerfull, although water is somewhat murky. It is not in the jungle and easily accesible, but you will have to follow many (descending) concrete steps. It is super humid in the area, be careful with your camera.

Canoe trip

If you are tired of trekking and want to have a relaxed time but stil see the area this could be a good option! The day after our Mt. Kerinci trek we were tired, and Een took us on a canoe trip in a swamp forrest. We did not expect much at first but it turned out to be a total highlight of our trip to Kerinci area!! The views are enchanting and the serenity of the area is simply breathtaking.

Later we found a super unique book titled "An Inside Look at the "Secret Valley" of Sumatra: A Guidebook to Kerinci" by Joy Natividad and J. David Neidel. You can search the web before you go, it is found easily!

Well, I guess there is no point in more discription, just take a look at the pictures and think of visiting this remote wonder land! We will certainly be back one day to go on a jungle trek and to get further south to Sungai Penuh and all the natural attraction at the area.

Its a long way but worth it” - robandalf (Devon, uk; Feb 18, 2012)

We stayed with Pak Subandy and his family for a few days in Kersik Tuo just opposite the tiger statue. We had no intention of climbing the mountain but wished to see the national park and Subandy lived up to his high reputation by showing us this. Sitting in a makeshift catamaran built that morning amongst reeds and tiny islands with birds everywhere was marvelous. Subandy's enthusiasm for his feathered friends was infectious though we still reserve the right to shout at the seagulls near us in England. A long day followed by good food with a few cheap beers from the shop nearby .. even the passing traffic didn't sound quite as intimidating as when we first arrived. Another day spent in the foothills of Mount Kerinci getting wet and muddy seeking out wildlife. I have never seen anyone so transported with joy over discovering a single tiny feather as was Subandy which he told us belonged to some increasingly rare forest chicken.
Ok, its a long journey to get there, the accomodation is very basic but the food, welcome, scenery and service given by Subandy is wonderful.

Simak juga review tentang Gunung Kerinci, klik disini.

***

2. Trip Report - Kerinci, Sumatra (lonelyplanet.com)


Trip Report for Kerinci Valley area - dc1 (Oct 3, 2012)
Kersik Tua – nights of 19th and 20th Sep at Pak Subandi Homestay – contact number in LP book.
Prior to arriving in the Kerinci area I had been in contact with Lukemackin who has lived in Sungai Penuh for a couple of years. He was very good to reply to my questions regarding climbing Gunung Kerinci; spoke to guide Pak Subandi on my behalf and I was offered the G. Kerinci package of 700,000 total, which included all equipment, Pak as guide for 2 days/one night. The equipment included everything from tent/sleeping bag/head torch to jacket/hat etc (no socks available at Pak’s but Luke dropped two pairs off for me and were handed to me when I arrived at Pak’s. If a porter was required then another 100,000 should be added to the total price. It’s a mere 200,000 per day if you don’t need any of the equipment. Now comparing costs to the second highest volcano in Indonesia (Rinjani), 800,000 to climb the highest volcano in Indonesia with porter and all equipment is a snip of a price.

Luke was also very helpful in giving me some great information on best travel companies to use from Padang Airport to Kersik Tua… and he was very much correct in his information – 50,000 Rp into their Padang Office via one of their cars which was already at airport followed by 90,000Rp for a travel down to Kersik Tua – Padang to K. Tua took about 9 hours – there was major roadworks on one of the first hills outside of Padang.

19th Sep 2012 –

Arrived at Kersik Tua and the Safa Marwa (085263558899 or 085263106060)driver, at my request, took me to Pak Subandi Homestay which is on the main road and looks out onto Gunung Kerinci. It was dark by this time but there was room at the inn for me!!

Room with attached mandi and breakfast included was 100,000Rp a night. After a long chat with Pak, it was decided that I shouldn’t climb G. Kerinci due to an injury. He was very open and honest about what could happen if I climbed the mountain – so the decision was made, Gunung Kerinci summit will have to wait for my footsteps.

20th Sep –

after a great sleep it was banana pancake time with chocolate sauce; I’ve had many of these during my 11 month of travels and this one was definitely in my top 5 Top Banana Pancake list; tea manis accompanied the pancake (tea and coffee it would appear is free of charge during your stay at Pak’s).

I set off on my day trip to Seven Mountain Lake (Lake Gunung Tujuh). Pak was very good in giving me full instructions and Bemo / Ojek prices on how to get to the start of this walk: White bemo (3,000) hailed from outside Pak’s place took me the 6km’s to Pelompek (tell the driver you’re heading for the seven mountains), but when I was there, the turn off for the start of the ojek ride was same place as the on-street bemo station. The ojek ride was 5,000 and took me from the bemo station to the guard post. This post was closed but a local kid was more than helpful in helping me find the house where I could pay my 20,000Rp for entrance to this part of the park. Signed in the book and off I went, through the archway and onto my walk. LP book gives a ridiculous time of 3 hours (or more). The walk took me 2 hours and 8 minutes, I did route march up the climb though. I also went a slightly longer way so I’ve been told. As you head away from the vegetable plantations on either side of you, you walk another couple of hundred metres and there’s a slight branch off to your right, this is the path I ended up coming down, the larger path to the left (it’s a kind of forked junction) is what I went up and I spent 5 minutes in one open area trying to pick up a trail to continue climbing – the right sided trail is much easier to follow.

At the top I met 5 local lads who had spent the previous night camping at the lake, they were very helpful in supplying me with some bottled water, I stupidly had lost my nearly full 1.5 litre water down the side of the mountain after only 20 minutes into the walk (well it was too heavy anyway and slowed me down!!). From the top (you’ll know it when you get there), walk to your left and follow the trail down to the lakeside (5 minutes down, 15 minutes up). It was great arriving there, though I could only see the mountain to the left and some of what was to the right – that day the 7 mountains were hidden. After 20 minutes, I put a fresh top on and headed back for home. The climb down for me took 1 hour 25 minutes from lakeside to the guard post.

At the bottom I decided to find a warung or kios to grab some water, there’s not many of either in the immediate local area and a 5 minute walk along the main road towards Pelompek found me some water at a great little warung on the right hand side – great family who all came out to see the sweat soaked foreigner who drinks 600ml water in one gulp – nearly. The father told me he rents his rooms out to tourists but I didn’t take any contact details – sorry folks.

I walked the remainder of the “ojek ride” and also through part of Pelompek which was amusing for some Bemo drivers – there are one or two homestay’s also in Pelompek for those of you who don’t want Kersih Tua as a base.

Bemo’d the rest of the way and at night found a great little warung in the backstreets – Bakso and two cups of tea for 10,000Rp – the Bakso was great and nicely heated up with mums homemade sambal (the road for this warung runs parallel with the main road and is only a few minutes from Pak’s).

21st Sep –

Pancake breakfast and two teas this time and a great chat with Pak, he’s a great guy to listen to and just needs slight prompting from time to time to tell some great stories about his life in this wonderful area. He also told me about the deaths of those unfortunate western tourists and Malay tourists many years ago, in two separate incidents.

I was still undecided on whether to stay at Pak’s and do some easier walking than the previous day; head to Padang area (Maninjau), or head for Sungai Penuh.. being so close to Sungai Penuh and after hearing some great stories from other TT users about that end of Kerinci, I knew there was only one way to go… a bemo took me the 60km’s to Sungai Penuh, unused borrowed socks belonging to Luke in tow (bad pun, sorry!).

I could lie to you and estimate the time it took from Pak’s house to my new destination, but I didn’t take note of the time I got on the bemo and had just woken when we arrived in Sungai Penuh – I had decided within the first 20 minutes of the bemo ride that I would join the old lady and her two “upside down chickens” in sleep. I awoke and was dismayed they had left without saying cheerio.

I was in Sungai Penuh, had been stood up by three old hens on the journey down here, but I was here and I immediately liked the place...... if you think the above report was long, wait for the Sungai Penuh part............ to be continued.

21st Sep Friday – Arrived at Sungai Penuh.

Left Pak Subandi’s Homestay and caught bemo (white) to Sungai Penuh (SP) at a cost of 10,000Rp, the journey was easy.

Arrived at SP, and got dropped off adjacent to the central market area, not long woken and I always try to spend 10 minutes of a journey into a new area, checking out my notes and any local maps I manage to get my hands on before arrival. Alighting from the Bemo, I had no idea what side or end of the market I was at. I slouched my Deuter over my shoulder and walked for a warung. Luck would have it the warung owner used to work in Jakarta for an International NGO; he spoke good English. A plate of pedas nasi goreng and I was well fed, not just with food but also with information. I later used this warung as a place to store my bag, ever so helpful and friendly.

Attempted to get into Hotel Yani, but no economy rooms available and they wanted 125,000 for the next room up. I headed for the next choice which was a quick five minute walk up the hill (opposite Yani adjacent to Central Police Office). Arrived at Hotel Matahari and was shown a price list starting at 85,000…. The place was run down and past its best, but is still accommodating to a budget traveler as I am. (LP book suggests the run down part, this is something me and 2010 LP book can actually agree on). The room is upstairs and is small, but clean with a single bed on either side of the room with a double window on the opposite wall to the door. A previous occupant has written his name and cellphone number on the wall, probably not a number for food delivery!! The stone floor is the smoothest surface before you get to ice rink status!!! It does remind me of a prison cell though, the windows have wrought iron decorative bars and overlook the surrounding houses and beyond. The beds remind me of the beds I saw while visiting SP21 in Phnom Penh several months ago – wrought iron but with a decent mattress, as opposed to restraining shackles/manacles on the bedsteads at SP21!!!! The toilets are downstairs and probably shouldn’t be mentioned; they had a water supply which was all I needed.

I paid 70,000 up front for this room – The hotel was ideally located opposite Bank BNI which I had some business with over the next few days – the visit to this bank was pleasant and made me wonder whether all BNI branches have model like cashiers!?? – This one certainly did.

During my stay at Matahari I met Ali, who is the nephew of the elderly owner, he’s also a guide and speaks passable English, though he wasn’t used for a guide I still spent time with him on several occasions during my SP stay and was also a guest to his house.

After some SMS contact, I met Luke Mackin of TT fame, I say fame because in my books this man was a Godsend. We met and grabbed some food at Minang Soto (Padang style eating) while having a great chat over a couple of hours. It’s always great to meet someone who you’ve communicated with on travel websites; to meet them in person has never been a disappointment for me.

There was a possibility that we would climb Gunung Kunyit that weekend but my injury made that impossible to do so we decided on a camp night out on Tapan Hill with some of Luke’s’ friends, leaving on Saturday afternoon.

22nd Sep Sat –

Checked out of Matahari – Deuter was dropped off at Luke’s house for my duration up Tapan Hill. 4WD hired and I meet Chua who works closely with Luke. We load the car up with the tents and usual camping equipment – no need for cooking gear as there are warungs we can use - now when I say we load up the usual camping equipment, there’s an aluminum case which is also loaded…. Inside this case is the longest and brightest flashlight I’ve had the honor of using – the beam could cause problems for airline pilots ;-)

We collect the fourth person on this 2 day mini expedition, Lisa. Off we go and drive up Tapan Hill to an area with a wooden building called “Tapan Hill Resort” This will be out camp area for the night.

I head off with Luke as we walk along the road, heading towards Tapan (the road eventually leads towards Painan / Padang area – coastal road) The scenery is amazing, we walk for some time and every new vista is better than the previous. After an hour or so we re-trace our steps and arrive at the campsite just after darkness. We meet up with Chua and Lisa and head off for some makan malam of mie rebus and minum.

Now, we passed this area on our climb up towards the camp area and I know what is beyond the warung and into the darkness – it’s beautiful scenery by daylight, but complete blackness at this time of night. Luke notices some eyes way off in the distance; his mega flashlight has picked up the reflection of a pair of eyes near the top of a distant tree. Too far away to see who the eyes belong to but it was great none the less…. With the light of the warung there are some wonderful insects to be seen, including a large yellow moth and also a yellow bodies wasp type insect… these apparently inflict a few days of pain if stung.

We return to the campsite and continue past it – we’re still in the vehicle and we drive slowly along the road, shining all the flashlights into the treetops, adjacent to the road on either side as well as further out over the tree tops to the left, some of which are at the same level as us. After some time we (me and Luke) decide to walk for a while, with the 4WD following us – there was a report of tiger tracks not long ago in this vicinity, so the vehicle is our back up just in case!!! Doubtful, but Luke has lived in this area for some years now and quite rightly, takes no chances.

Nothing is spotted but just the fact that I’m in this area, shining high powered torches into jungle/forest, in search of local wildlife, is good for me. On the return drive towards the campsite Luke spots another pair of eyes, Chua stops the vehicle and we’re out in an instance – we catch glimpse of a civet in the trees and photos are taken by Luke. The civet is happily sitting in the branches of a tree very close by, maximum 10 metres and it’s happily watching us. He moves now and again but probably to get a better look at us, as we are doing to him!! It’s a great end to a great evening, a good walk, followed by food in a local warung with some truly entertaining and easy going sociable people, followed by another drive combined with a walk through the darkness of Tapan Hill road, in search of local wildlife. Just to hear the different noises of the night is a magnificent experience.

Camp is made up which is quick and easy, using Luke’s pop up tents. We sit for a while outside the tents and talk but are soon tired and need sleep as we will be up early tomorrow morning to do another Tapan Road walk at daybreak before breakfast.

22nd Sep Sun

Damn, it was cooler than ever during the night – the morning is still cool and the air has a “crisp” feel to it, the sun is showing and it’ll soon get warm.

Another walk down along the same road, we don’t see any mammals but some gorgeous birds observed. We check out a WW2 Japanese bunker (with lone photogenic bat quite happily watching us watch him). On the other side of the road is a tunnel, probably again used by Japanese during WW2 – this tunnel has been man-made, at least in part if not entirely, and houses some “swifts”, I get some great photos of on location nests which are used for “birds nest soup”, I also have to take immediate action to make sure the swifts don’t hit me as they fly around the tunnel. There’s an egg in at least one nest so after some quick photos we make a retreat.

We breakfast at the middle warung while taking in some great views – I have to say, the views are some of the best I’ve seen during my many months in Indonesia.

So’ it’s back to SP, collect my bag from Luke’s’ house and Chua will take me to Hotel Mahkota, Luke was good enough to take me out there yesterday to check it out and I reserved a 3 night stay.

The Mahkota is a place that Luke highly recommended before I even arrived in SP, he did mention is was on the outer side of town (to Central 30 minutes’ walk – 5 minutes Ojek – 2,000rp).

I’m happy to stay here – free Wi-Fi in lobby, buffet breakfast and a swimming pool – it’s called Hotel Mahkota Hotel and Resort – all for 70,000Rp (+10% taxes) for economy room, which is located within an annex which has a communal area with TV for guests. No fan (it’s cool at night) but comes with double bed and attached mandi, wardrobe; table etc – a bargain. Luke is on the look-out for a rented bike for me to hire which will allow me to get around on my own – I’m an avid believer of local economies and don’t mind paying people to show me around; but to be honest I hate being part of any tour operation, unless I really need it. If you give me a book; a map and a my own transport then I can look after myself

23rd Sep Monday

Breakfast by the pool consisted of buffet mie / nasi goreng with the usual accompaniments of fried egg; tomato etc. Eat as much as you want as well as re-fills of tea’ coffee or water. During my stay I noticed some guests were eating maybe Bakso but not sure if that was by special arrangement. Eating the breakfast poolside and looking up into the backdrop of hills was so easy on the eye… and stomach!

Today I didn’t do much, a quick walk into SP to visit the local Tourist Office (positioned beside the previously mentioned Police Office). Through the main doors, along the main corridor and out the back door, climb the outer stairs will take you to the actual Tourist Office where the guys are more than helpful. I was given some leaflets on the area but the most important one was called “An Inside Look at the Secret Valley of Sumatra” a 64 page glossy book on all attractions in and around SP. It was published 2003 so the info regarding accommodation etc is out of date…. But for the natural attractions, well they’ve been around for thousands of years, so a 10 year dated book isn’t a problem and the directions to these attractions are still in date! There’s also the National Park Office which is also very helpful and gave me good information during several visits while I was at SP. This office is within easy reach if you have your own transport, best way to locate it is ask/follow signs for the civilian hospital (not the Army hospital on Jl Jend A Yani); the NP Office can be found further up the hill on the right hand side, just before a soccer field.

I did some walking around town, grabbed some food and grabbed an Ojek (2,000 to 3,000rp) for the return journey to Mahkota. All Ojek rides are 2,000Rp around town. There are Bemo’s which run form the Bemo Station (Central) to the outlying villages – make sure there are return Bemos that same day, or at least when the last Bemo returns.

I met Rycko for the first time that evening – Rycko is a local 30 year old guy and was introduced to me, via SMS, by Luke. He is the man who will rent me a motorbike. Now before I forget, throughout my extended stay in SP, Rycko was Godsend No2 (Luke being No1), we got on really well and he’s very much aware of the foreigners needs. Great English and very knowledgeable with regard to the area, we met many times and would have met more had he not had to travel to Padang due to a family bereavement, but even then, he kept in contact to make sure I was doing okay and not bored – my response always was “Rycko, I’m in Kerinci Valley, how can anyone be bored while here”

So I have a “step-thru” motorbike and I’m good to go!

I could keep writing like this on a daily schedule, but I feel it better to summarize the remainder of my stay (another 7 days) while at SP. Before I continue though, I have to mention the friendliness of the people of Sungai Penuh and the beauty of the surrounding areas. There is tourism here; people make money from tourists, but mostly “local” tourists as opposed to foreign tourists. There is no touting by anyone that I came across, there is very little English spoken in this area, compared to the many other areas of Sumatra I’ve been to.

I chose my favorite warungs and kept to them, I spent many hours in these warungs, the owners knew how hot I liked my food and I was never disappointed, I would be sitting in these warungs and meet some of the most fantastic people I’ve ever met, they would be after only one thing, they wanted to practice their English, they wanted to know about my country and from these meetings and conversations I was being enveloped into the daily life of these wonderful local people.

I also found (well, Luke introduced me to it) a great place that sold juice; shakes and other drinks… I did my best to sample all of their drinks on their menu but the es cappuccino with oreo chunks was always my first choice during daily visits, with me opting for a second alternative drink before carrying on with my day, but I never got to the end of the list of drinks, though, the attempt was made!!

Many people I met just wanted to talk; they wanted to talk to learn better English. I was invited to homes; schools… I was invited to anywhere there were people who wanted to listen to me speak English…. Hell, I love to talk!!!!

I think the most bizarre moment was when I was being shown around the new Plaza by the Manager; behind us we had the security guy along with the cashier manager and then 3 other members of staff – it was like a VIP visit!! Here’s me in my 10 month old travel clothes and I’m proudly being shown around this new Plaza, Again, there was no hidden agenda…. They were proud of their new shopping area, and at the same time the Manager was practicing English – numerous visits to this shopping area always had the same outcome – a sociable chat with coffee and biscuits, on one occasion, and as I was leaving the Plaza, security asked me to wait for the Manager to come from his house – the staff had seen me doing some grocery shopping and called their manager. This turned into a photo shoot in his office and at the front of the Plaza – so, everyone is friendly and wants to entertain the foreign guy – during my stay in SP I saw no other tourist, or none at least, that I could recognise as a tourist.

So, back to my remaining days… there are many natural attractions surrounding Sungai Penuh, far more than surrounds Kersik Tua which bemuses me: why do tourists only make it as far as Kersik Tua when they could travel another 60km down to SP for some even better scenery (and people) – maybe Gunung Kerinci is the only reason they stop and turn back at Kersik Tua…. Well people, those of you who didn’t head further south, shame on you, you missed out. Those who are planning a trip and maybe weren’t planning on further south of G. Kerinci, you’d be crazy not to include SP into your schedule.

Attractions around SP are as follows:

  1. Semurup Hot Spring – worth a visit; minimal entrance fee
  2. Tapan Hill Panorama – worth a visit – a must
  3. Putri Bungsu Tigabelas Tingkat Waterfall – worth a visit
  4. Mosque Agung – worth a visit – a must
  5. Flower Park – didn’t visit
  6. Khayangan Park Panorama – worth a visit; see Mt Kerinci and Lake Kerinci sitting at either end of the valley – a wonderful sight – a must
  7. Indah Koto Petai Beach – visit this on way down towards Lake Kerinci
  8. Lake Kerinci Recreational Park – as above, pop in as you drive beyond
  9. Pancuran Rayo and Pancuran Gading Waterfalls – Rayo was my choice and after taking a “short-cut” I eventually got there; numerous river stream crossings, my jaw dropped when I caught first sight of this waterfall.
  10. Temedak Adat Forest – I think I got here!
  11. Cape Pelita (D Kerinci) – good roadside view of L Kerinci
  12. Mt Kunyit – as like Mt Kerinci, I had to miss this out
  13. Lake Lingkat – a beautiful small lake; has a warung
  14. Lake Duo and Lake Kecik – didn’t get to see both of these; I detoured off and time got the better of me.
  15. Lake Kaco – didn’t attempt to see
  16. Pauh Sago Waterfall and Cave – headed for this which is furthest from Sungai Penuh and again I spent so much time stopping roadside to watch locals doing their daily chores etc that time again got the better of me. I again detoured from the intended journey; still had a great day, the water mills were great.

The above areas weren’t all visited by me, the injury I had (still have) stopped me doing some of the longer treks; this still disappoints me, but what I saw was amazing. I’ve travelled extensively around Indonesia over the past 11 months now for one reason, it’s not only to arrive at a new town or village, or visit a certain area, but also very important to me is the journey in between: the experiences, the sights and the people I’ve met and the opportunities I’ve come across while doing the actual moving between places has been wonderful, this also goes for my daily trips around Kerinci Valley area. There were times when I didn’t get to my intended destination, sometimes I saw a road I just knew I wanted to go down and that new route ultimately took me away from my destination; no matter where I ended up, I was never disappointed and I can hand on heart openly say, at the end of every day if someone asked me if it was a good day, I would break into the biggest smile and tell them it was the best day ever, why??? – Because it was another day in the valley!!!!

My days riding down south of Danau Kerinci were wonderful, I got used to the roads encircling this lake; the towns I rode through were just out of this world. Watching daily life of these villages is something I could have done all day. My favorite town was Lempur; I have no idea why, the first time I arrived there I was astounded, why was I astounded> I have no idea why, I truly don’t – it was just a magnificent town, friendly people, great views and magnificent buildings and sights… no different to the other towns, this one just got to me!

It has to be noted, there are some tourist attractions north of Sungai Penuh (heading towards Kersik Tua), but most of the attractions are located around Sungai Penuh which can be easily used as a base for daily trips.

Self-Driving

Renting a vehicle, whether two or four wheeled is easy in SP; and relatively cheap in comparison to all other areas of Sumatra I’ve visited (and there’s been many). I drive with an International Driving Permit while visiting Indonesia; this IDP is a permit only and requires that I also carry my home country Driver’s License. For those of you who haven’t got an IDP, this next part may be useful for you to stay legal on the roads of Kerinci. The aforementioned 2003 issued booklet mentions that a visit to the Police Station to obtain a temporary and short term driver’s license for this area is possible – it states that a visit to the Tourist Office next door should be the initial point of contact – this info is now 10 years out of date and may have changed.

Driving on the SP roads was second nature to me; as was driving into the countryside. The roads to some of the attractions were used by locals; watching a local man carrying a “kios” on the back of his bike along some of these roads doesn’t mean it’s easy – he’s been driving along these roads since he was 10 years of age. For instance, I was told by a local I could drive up a hillside track easily – it would be no problem…. I tried then I turned back after 100 metres, the un-surfaced road was too steep and broken. I walked for about 2 km’s along that road and was amazed at the skillful way the locals rode their bikes.

I stayed a total of 13 nights around Kerinci – 11 of those were nights spent in Sungai Penuh. My reason for leaving this town was to catch a pre-booked flight from Padang to Kuala Lumpur – visa!!!! Had I more time within my visa I would have stayed longer in Sungai Penuh – if I wanted to spend extended time in Indonesia of several months, just to be part of a local community and enjoy local life; to have breathtaking scenery on my doorstep, Sungai Penuh would be a good choice. I think I mentioned this on one or two occasions Luke, you are one lucky guy!!

I still have some difficulty with the 2010 edition of LP Indonesia…. “There is a lively market and fast, reliable internet, but not much else to recommend a protracted stay…..” I think the biggest problem I have with this statement is the fact they have the audacity to make a “recommendation” when they obviously have no idea what they’re talking about and again, they obviously have never been to this part of the valley – if they had been here, the statement would never had made it into their LP book.

My day to leave Sungai Penuh was quite sad for me – I had some of the best times of my Indonesian travels in this area. I met some of the best people and saw some of the best scenery – overall I have to give this place full mark (s)……. for everything.

I left using the same transport company that brought me here – reserving a seat on a travel was quick and easy. PO CW Safa Marwa are a safe and well known company in the Padang / Kerinci area. Their vehicles are spotless and the drivers know how to drive safely. I purchased a ticket from their office on Jn Yos Sudarso; they offer free pick-up from your location but I explained I would bring my Dueter to their office for them to look after for the remainder of the day. I checked out of Hotel Mahkota, said my goodbyes to the great staff and jumped on an Ojek to the transport office.

I dropped my bag at mid-day and had a walk around town for the rest of the day, spending time saying my goodbyes to the people I had got used to spending time with.

The travel left at 7pm and took me straight to Padang Airport – arriving at 3am. The combined cost for this was a well-priced 120,000rp.

I will return to Kerinci sometime in the future, my injury stopped me from climbing the highest volcano in Indonesia. Had I climbed that mountain maybe I would be like most others and left Kerinci Valley heading north – I’m thankful that I headed further south to the wonderful area of Sungai Penuh.

I can only thank those who made it an experience I will never forget.

Masih ada beberapa diskusi menarik tentang Lembah Kerinci di situs Lonely Planet, salah satunya klik disini.

***

Ada cukup banyak review-review positif tentang Lembah Kerinci di media online, baik dari wisman maupun wisnu. Review-review tersebut tidak mensyaratkan ketersedian suatu sarana atau prasarana dengan baik. Namun, ini bukan berarti pembiaran sarana prasana yang ada, usaha peningkatan tetap harus dilakukan. Walaupun tidak sedikit yang mensyaratkan sarana maupun prasarana sebagai ujung tombak penilaian mereka.