sideCategory1

Mar 1, 2013

Pariwisata Lembah Kerinci: Referensi (Bagian 1)

Penulis: Milantara  


UHANGKAYO.webs.com - Artikel kali ini hanya mencoba mendeskripsikan tentang "Referensi Wisata" yang berisi tentang rujukan-rujukan dari berbagai literatur.

1. Definisi dalam Dunia Wisata

Undang-undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan tersebut juga memberikan banyak definisi tentang istilah yang terdapat dalam dunia wisata. Untuk mendapatkan UU ini, silakan download disini atau klik disini.
World Tourism Organization (2000) mendefinisikan pariwisata sebagai “the activities of persons travelling to and staying in places outsides  their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes”. Kemudian Yoeti (2000) mendefinisikan pariwisata sebagai segala sesuatu yang “berhubungan dengan wisata terutama pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dengan bidang tersebut”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008) pariwisata adalah kata benda yang diartikan “berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi”. Sedangkan dalam Oxford English Dictionary kata tourism lebih mengacu pada kata wisata yang diartikan tentang “perjalanan untuk mengisi waktu luang (leisure time)”.

Hornby dalam Suyitno (2001) menyatakan bahwa wisata adalah sebuah perjalanan di mana seseorang dalam perjalanannya singgah sementara di beberapa tempat dan akhirnya kembali lagi ke tempat asal dimana ia mulai melakukan perjalanan. Suyitno (2001) menyimpulkan bahwa wisata berbeda dengan perjalanan dalam hal:

  • Pemakaian waktu yang relatif cepat.
  • Melibatkan komponen wisata seperti objek wisata, toko cinderamata.
  • Wisata dilakukan dengan mengunjungi objek dan atraksi wisata daerah.
  • Tujuan wisata untuk mendapatkan kesenangan.
  • Tidak untuk mencari nafkah di tempat tujuan.
2. Supply Wisata

Sumberdaya (supply) wisata dapat dipahami sebagai semua dan apa saja yang karenanya dapat menarik orang untuk datang. Sumberdaya wisata dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: sumberdaya utama yang merupakan sumberdaya yang mempunyai daya tarik paling kuat dan biasanya mewakili faktor kunci yang membuat wisatawan datang. Kedua, sumberdaya pendukung yang merupakan sumberdaya pelengkap yang menambah daya tarik bagi pengunjung, tapi bukan alasan utama kehadiran wisatawan (Godfrey dan Clarke, 2000). Senada dengan Godfrey dan Clarke, Soekadijo (2000) menulis ada modal kepariwisataan yang dapat menahan wisatawan selama berhari-hari dan dapat berkali-kali dinikmati, bahkan pada kesempatan lain wisatawan mungkin kembali lagi ke tempat yang sama. Atraksi ini adalah atraksi penahan. Sebaliknya, ada juga atraksi yang hanya dapat menarik kedatangan wisatawan yang diistilahkan dengan atraksi penangkap wisatawan (tourist catcher), yang hanya sekali dinikmati kemudian ditinggalkan oleh wisatawan.

Lebih jauh Soekadijo (2000) menulis bahwa ada tiga modal kepariwisataan yang menjadi daya tarik bagi pengunjung, pertama potensi alam baik itu alam fisik, flora dan/atau faunanya. Kedua, berupa potensi budaya yang berkaitan dengan act dan artifact (tingkah laku dan hasil karya), seperti segala kebiasaan yang hidup dalam masyarakat hingga peninggalan-peningalan atau tempat-tempat bersejarah. Ketiga berupa potensi manusia itu sendiri, seperti kegiatan perlombaan maupun sekedar ingin bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat (idola).

Hubungan antara Supply dan Demand Wisata (Gunn 1997).

Gunn (1997) dalam bukunya Vacationscape memberikan definisi supply wisata sebagai pengembangan fisik dan program yang bertujuan menyediakan kebutuhan dan keinginan wisatawan. Kemudian ia menggambarkan fungsional sistem dalam wisata. Pertama, gambar tersebut menunjukkan hubungan yang erat antara demand dan supply. Kedua, model yang ia buat juga menunjukkan bahwa supply dibangun dari 5 komponen: atraksi, pelayanan & fasilitas, transportasi, informasi, dan promosi. Pada komponen Transportasi, Gunn (1997) menjelaskan bukan hanya sarana angkutan saja, namun juga pada prasarana seperti jalan. Dan ini sedikit berbeda dengan yang di tulis oleh Soekadijo (2000), dalam hal ini Soekadijo membatasi prasarana pariwisata (jalan, bandara, atau fasilitas fisik lainnya) sebagai sesuatu yang diperlukan untuk pembangunan pariwisata, namun bukan pariwisata.

3. Demand Wisata

Permintaan wisata adalah jumlah orang yang melakukan perjalanan, atau ingin melakukannya, menggunakan fasilitas dan pelayanan wisata pada tempat yang jauh dari rumah dan jauh dari tempat kerja mereka (Mathieson dan Wall, 1982 dalam Cooper et al, 1998). Selanjutnya Cooper et al menuliskan bahwa terdapat tiga komponen dasar yang mempengaruhi total permintaan wisata:

  1. Permintaan efektif atau permintaan aktual (effective or actual demand) adalah sejumlah orang yang yang benar-benar melakukan perjalanan, yaitu wisatawan. Komponen permintaan ini yang biasanya dan mudah untuk diukur.
  2. Permintaan tertahan (suppressed demand) merupakan sejumlah orang yang tidak melakukan perjalanan karena beberapa alasan. Permintaan tertahan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, permintaan potensial (potential demand) yang menunjukkan orang yang akan melakukan perjalanan pada waktu tertentu pada masa yang akan datang jika keadaan mereka berubah. Seperti tingkat belanja meningkat, atau mungkin tersedianya biaya lebih untuk liburan mereka. Kedua permintaan yang ditunda (deffered demand) karena masalah pada lingkungan penawaran, seperti kapasitas akomodasi yang kurang, kondisi cuaca atau mungkin kegiatan teroris.
  3. Terakhir adalah orang yang tidak ingin untuk melakukan perjalanan atau tidak dapat melakukan perjalanan. Kategori ini termasuk kedalam tanpa permintaan (no demand).
Ada beberapa faktor yang dapat membuat orang melakukan perjalanan atau dapat disebut sebagai motif wisata. Cooper et al (1998) dan Soekadijo (2000) mengutip sebuah tulisan McIntosh et al (1995) bahwa motif perjalanan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu:
  1. Dorongan fisik (physical motivators), yaitu motif yang berhubungan dengan keinginan untuk menyegarkan tubuh dan jiwa, dengan tujuan kesehatan, seperti olahraga, istirahat dan sebagainya. Motif ini sepertinya berhubungan dengan aktifitas yang akan mengurangi ketegangan (tension).
  2. Dorongan budaya (cultural motivator), yang dapat dikenali dari keinginan untuk melihat dan mengetahui kebudayaan lain, untuk mengetahui penduduk asli suatu daerah dengan keseharian mereka, musik, kesenian, cerita rakyat, tarian, dan sebagainya.
  3. Dorongan interpersonal (interpersonal motivator), yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu keluarga, teman, dan untuk mencari pengalaman baru yang berbeda. Perjalanan merupakan sarana untuk melepaskan rutinitas.
  4. Dorongan status atau prestise (status and prestige motivators), yang termasuk pada keinginan untuk melanjutkan pendidikan (pengembangan diri, perbaikan diri). Dorongan seperti ini lebih memfokuskan diri pada pengakuan dan perhatian dari orang lain, dengan kata lain gengsi (status) akan naik.

0 comments:

Post a Comment